Nasib Anak Kost  

Monday, March 03, 2008



terserah pbb mau merayakan labour day kapan. bagiku minggu pagi akan selalu dipenuhi acara perayaan hari babu inernasional. mulai dari nyuci, setrika baju yang kering minggu kemaren, ngepel kamar kost, ini lah itu lah. no time for love.

memang my dammed company abis abisan ngisep darah karyawannya. berlima kost disini cuman tempatku aja yang menganut 6 hari kerja dalam seminggu. terpikir ini bos menganut aliran kerja rodi kali.

tapi tuhan kembali menunjukkan keadilannya. ;p. hari minggu bu kosku yang bahenol juga getol main basah-basahan. maksudnya ngepel ma nyuci juga. lebih beruntung lagi kalau suaminya yang kerja shift itu lagi kebagian malem. puas puasin deh ngobrol di area loundry sambil lirak lirik titik-titik panas si ibu yang secara spot-spot terlihat.

seperti minggu pagi ini, cucian seminggu yang kurendam sejak kemaren kayaknya nggak selesai selesai dikucek. bukan karena terlalu banyak tapi karena ditemani sang bintang, bu kos. dengan kostum standar, daster dan sandal jepit, dia terlihat begitu seksi ngucek baju suaminya dengan penggilasan tua. daster lembut itu tersingkap sengaja sebatas paha, betis dan sebagan paha yang terbuka serta jemari yang dengan pasti bermain diatas penggilasan membuat dirinya seksi laksana audy. abis mau gimana lagi, orang nggak ada yang lain.

sambil ngobrol kiri kanan ata bawah, dengan bebas mata jalang ini memotret bagian itu. apalagi tubuhnya yang mengangguk-angguk kuat - maklum nguceknya pakai penggilasan - membuat buah terlarang itu bergoyang-goyang minta dipetik. dan dari belahan atas, ooh .. terlihat jelas bagaimana pergerakan buah itu membuat bulu badanku merinding. kulit putih itu terlihat begitu mulus tak tercela. buah itu terlihat begitu mengkal mengundang.

sesaat mata kami saling bertumbukan, dammed, dia menemukanku bulat-bulat terpaku pada buahnya. panas serta merta menggerayangi wajah ini. tapi bukan aku kalau nggak bisa berkelit.
'bapak shift malem bu, ya?', tanyaku mencairkan suasana.
'he eh', jawabnya sambil kembali konsen pada kain cucian. tapi .. ada senyum simpul di ujung bibirnya.
'shift malem terus sih?', kuteruskan pertanyaanku untuk membuatnya sedikit lengah. sambil terus bicara kutelusuri terus tubuhnya.
'iya khan ganti shiftnya tiap minggu', kepalanya masih menunduk seolah mempersilakan aku terus menikmati.

obrolan terus berlanjut hingga saat dia berubah posisi menjamah cuciannya yang sedikit jauh, terkuak lebar daster itu hingga terpampang jelas bukit indah itu yang terbungkus celana dalam polos biru muda tipis. dan karena tipisnya tertangkap jelas pada otakku profil serat-serat hitam yang begitu indah, sama jelasnya dengan lekukan seksi di bawahnya. detak jantungku terhenti, mataku terpaku, diam kaku tanpa nafas. hanya batang kejantanan ini yang dengan pasti bergerak berdiri. aku terpaku, melotot dengan mulut terbuka.

'hush !', seru bu kost mengejutkan sambil merapikan dasternya yang tersingkap. antara kaget dan jengah aku mengerutu,'makanya hati-hati dong bu, kalau aku kepengen gimana?'. sementara masih terasa nafasku yang memburu dan panas di sekujur badan.
'coba aja', celetuk bu kost, sambil tersenyum nakal. jawaban yang tak pernah aku nyana, hingga gelagapan aku mencari kata jawaban yang tepat. ironisnya si ibu malah cuek bebek terus mencuci. aku belingsatan sendiri, tak tahu arti senyum itu, tetapi perlahan tanpa aku sadari kesadaranku semakin menurun. bayangan bukit-bukit itu berkelebatan ... tenggorokanku tercekat, tanganku gemetar, dan badanku mulai bergerak sendiri.

tanganku terjulur tanpa bisa kucegah lagi -atau tak ingin- dan hinggap di dada mengkal itu. lalu perlahan aku meremasnya, kekenyalannya begitu nyaman di tanganku, dan kembali semua bulu tubuhku berdiri, memanas ...
si ibu melotot, shock, sejenak lalu menepis tanganku sambil berujar,'nakal ya!' kemudian beranjak meninggalkanku.
aku masih tak mengerti, suara itu bukan suara kemarahan tapi toh masih ditolaknya tanganku. mau apa enggak sich???
aku merasa bersalah, aku harus minta maaf, aku beranjak, aku mengejarnya ke dalam rumah.

kutemui dia menuju kamar utama. tetapi bukan maaf yang aku ucapkan, tetapi justru pelukan yang aku lancarkan. semua terjadi dengan sendirinya. aku sadari tetapi bukan aku yang kuasai tubuh ini. semua bergerak sendiri.

'was, jangan!', desaunya lirih, berusaha melepaskan diri dari tanganku yang bergerak menyapu permukaaan tubuhnya. aku peluk erat dia dari belakang. tangan kananku menjangkau buah dada besar itu. yang kanan lalu ke kiri ke perut. tangannya hanya bisa mengikuti dan mencengkeram pergelanganku tanpa kuasa menghentikan.

'sadar was', desaunya lirih, tangan kiriku merema pinggulnya, bermain di perutnya, membelai pahanya, bagian dalam. tubuhnya meronta dan menunduk.

'was', desaunya lirih. kutekan batang ini kuat-kuat ke belahan pinggulnya yang menonjol. kugerakkan naik turun. seirama geliatan tubuhnya. seirama ronta-ronta tubuhnya yang semakin lama semakin membuatku kalap.

áah', desaunya lirih. saat lidah ini menyapu leher sampingnya yang putih, jenjang. aku kulum telinganya. aku gigit pelankulit tubuhnya. aku kecup pundaknya.

dia meronta semakin lirih, hingga akhirnya terkulai meringkuk di lantai depan kamar utama. kedua tangannya menekan lantai, kepalanya menoleh, rambutnya terurai tak rapi lagi. aku singkap dasternya mulai dari bawah membuka jalan tangan kananku kembali meremas buah dadanya. mulutnya terbuka, desah nafasnya memburu. dan aku tahu, dia tak menolakku.

perlahan tangan kiriku menuntun dagunya menoleh ke wajahku. aku lumat bibir merah tanpa gincu itu. dia menyerah, menerima lidahku yang panas menyeruak dalam menyapu langit-langit mulut berbibir mungil itu. ada gumam yang tak jelas dari wajah dengan mata terpejam itu. aku tak peduli. tangan kanan di dada kanan bergerak ke kiri.

tubuh kami mulai berpeluh, bau keringat makin membuat nafsu ini membara. perlahan tangan kiriku turun menelusuri leher, dada, berputar beberapa kali disana bersama tangan kanan, meremas, lalu ke perut hingga kujangkau daging kecil yang panas itu. dia melenguh, kepalannya menengadah dengan mulut terbuka, nafasnya tersengal-sengal saat aku tanganku bermain disana.

sebentar lagi ibu. sebentar. bisikku dalam hati. terasa ujung jemari ini mulai diselimuti cairan hangat. daster si ibu telah terkuak penuh hingga dengan bebas aku mulai melucuti behanya. menurunkan celana dalamnya hingga lutut. aku mendengar gumam yang tak jelas dari mulutnya. aku masih tak peduli.

aku sapu punggung putih itu dengan lidah panasku. dia mengeliat ke kiri dan kanan. kedua sikunya tertumpu pada lantai, kepalanya menempel pada lantai dengan masih menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. sementara dadaku tertempel pada pinggul dari tubuh yang meringkuk itu, kedua tanganku dengan cepat melepaskan celana jeans dan membebaskan batangku yang penuh otot dari jepitan kain tebal itu.

perlahan aku menuntunnya. sekali dua aku menggusok bibir kewanitaannya, dia melonjak kaget, 'jangan!', bisiknya lirih sambil menoleh. namun itu justru memperlihatkan bibir ranumnya yang basah. aku beringas, aku dekap tubuhnya, aku jilat lehernya, dan dia meronta.

sungguh pergulatan yang panjang, peluh kami mulai berjatuhan, kini tak ada lagi kata-kata, hanya desah yang memburu. aku basahi ujung batang itu dengan ludahku dan aku tuntun dengan tangan kiriku. sementara untuk meredam ronta tubuhnya aku dekap dadanya dengan tangan kananku.

dia kembali melonjak kuat saat batang otot itu mulai menyapa bibir merah itu. tapi dengan mempererat lingkaran tanganku pada tukuhnya dia tak lagi kuasa menahan. sedikit demi sedikit urat keras yang gagah itu masuk kedalam liangnya. tubuh si ibu meregang, tangannya berusaha mencengkeram lantai, mulutnya terbuka melepaskan nafas yang kuat. aku terus masuk, terasa cengkeraman bibir kewanitaanya begitu kuat mencegahku masuk lebih dalam. tetapi justru itu terasa semakin nikmat. panas menyelusuri badan batang itu sedikit demi sedikit hingga kepangkalnya. lalu aku terhenti.

telah tuntas seluruh batang itu masuk kedalam liangnya. badanku melemas istirahat sejenak, lalu lamat-lamat aku dengar isak lirih. dia menangis. tetapi bukan iba yang muncul didadaku namun justru keinginan untuk menuntaskan segala keinginanku.

tangan kiriku berpindah dari pangkal paha ke buah dadanya. dan mulai meremas dengan kedua tanganku. tak ada lagi ronta perlawanan. tak juga jepitan sikunya mencegah tangnku meraba buah dada itu. tubuhnya mulai lemas.

ya, kemudian aku mulai mengayun pantatku mulai perlahan, dia merintih. terasa gesekan panas itu terasa seperti api yang membakar batang kejantananku. dan aku mulai memompa lebih keras. lenguh nafas kami saling besautan seperti tetesan keringat ini yang semakin deras. tak ada lagi isak tangisnya. berganti desau yang keras seirama gelengan kepalanya ke kiri dan kanan.

aku memompa semakin kuat, terasa gelombang denyut itu merambat ke seluruh tubuhku. kenikmatan yang tiada tara. sesekali dia menjerit dan mendongakkan kepalanya. aku mencumbunya. melepas sapuan lidah panas ini ke lehernya, kedalam mulutnya, kesegala permukaan kulit yang bisa aku jangkau. sungguh kenikmatan yang tiada tara.

dia menikmatinya. tubuhnya mulai ikut bergoyang seirama tubuhku. dan seperti dua gumpal daging yang bersatu kami saling menekan, saling mendesak. meneriakkan nama, mendesah, berciuman ganas, dan semakin cepat.

bunyi kecipak beruntun terdengan ke seluruh ruangan. goyangan kami mulai tak beraturan. kami mulai mencapai klimaks. dan dia mulai menjert histeris. tangannya menjambak rambutku menariknya kuat-kuat. bukan sakit yang aku rasa, jusru goyangan yang semakin kencang aku lakukan. tubuhnya menegang. dia menjerit keras. dan aku mulai gila. pandanganku terasa semakin gelap. ayunan pantatku tak terkendali begitu cepat.

ya, gelombang itu berdenyut terasa muncul dari pangakal batangku menjalar ke seluruh badan. mataku terpejam, mulutku menganga, aku mengerang keras. semuanya menjadi gelap, seirama semburan lendir panas itu ke dalam tubuhnya.

kemudian suasana menjadi sunyi. sangat sunyi. tubuhku jatuh lemas ke atas tubuh yang jatuh lemas. kami bertindihan. hanya desah nafas kecapean yang terdengar kini. perlahan dia berbalik badan. memeluk tubuh telanjangku. meletakkan mukaku ke dalam dadanya yang hangat. lalu dia mengusap rambutku, perlahan. perlahan penuh kasih sayang. tak ada kata-kata terucap.

tanpa terasaku tertidur di lantai yang dingin, berbantal dada yang hangat। ibu ima, jangan bangunkan aku pada kenyataan. aku ingin selalu bersamamu.

Dewaz

AddThis Social Bookmark Button


0 comments: to “ Nasib Anak Kost