Kenikmatan sesaat  

Monday, March 03, 2008



Berikut ini ada kisahku bersama seorang pelacur yang tidak bisa kulupakan selamanya. Sebagai perkenalan, saya adalah seorang pemuda yang mempunyai wajah yang tampan, berkulit putih dan banyak wanita yang mencoba mendekati saya, namun saya belum bisa menerima para wanita itu sebagai teman istimewa, dan saya tidak mau memanfaatkan mereka hanya untuk iseng saja.

Tetapi sebagai lelaki normal tentu saya mempunyai kebutuhan biologis yang tidak bisa saya pungkiri, dan saya tidak mau pada saat menikah nanti saya tidak mempunyai pengalaman apapun di atas tempat tidur. Belum lama ini akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke tempat yangmenyediakan wanita.

Suatu hari di bulan Februari 2001 hujan turun rintik-rintik, dan matahari tidak muncul seharian. Kaki saya melangkah masuk ke salah satu diskotik yang lumayan terkenal di Jakarta. Hari ini adalah untuk kedua kalinya saya melangkahkan kaki saya ke tempat ini.

Begitu masuk, saya langsung naik ke lantai 2 diskotik tersebut. Di sana saya melihat ada beberapa pria sedang duduk di sofa sambil merokok. Mungkin sedang menunggu wanita langganannya. Seorang bartender menyapa saya dengan ramah, "Haloo Boss, mau yang mana nich.." Saya lalu melihat foto-foto yang ada di meja, saya akhirnya minta bantuan bartender itu untuk memilihkan untuk saya, karena foto yang ada begitu banyak. Lalu bartender itu bertanya, "Sukanya yang besar apa yang kecil?" tanyanya ramah. Saya agak bingung juga menjawabnya. Akhirnya saya minta yang sedang-sedang saja. Lalu ia menunjuk satu foto sambil berkata, "Ini orangnya baik sekali, service-nya juga bagus," dan saya langsung menyetujuinya.

Di belakang meja terdapat 2 orang wanita cantik, salah seorang dari mereka sambil memberikan kunci ke bartender yang akan mengantarkan saya, terus menyanyikan lirik lagu dari Sephia, "...Selamat tidur kekasih gelapkuuu..." secara berulang-ulang. Saya bisa merasakan bahwa lagu itu ditujukan untuk menggodaku. Mungkin ia heran mengapa orang seperti saya harus datang ke tempat itu, sedangkan mungkin banyak wanita yang bersedia tidur denganku tanpa dibayar. Lalu saya diantar ke satu kamar sambil diberikan pengaman, di kamar tersebut belum ada siapa-siapa.

Setelah menunggu 5 menit, terdengar suara ketukan di pintu. Saat saya membuka pintu terlihat seorang wanita muda yang sangat manis berumur sekitar 20 tahun. Lalu saya menyalaminya, dan ia pun menyebutkan namanya Win. Lalu ia duduk di ranjang sedangkan saya di kursi. Saya coba mengajaknya ngobrol. Ia menceritakan bahwa ia berasal dari sebuah tempat di Jawa. Dari pembicaraannya, saya mengetahui bahwa di tempat tersebut ada lebih dari 300 wanita. Dalam hati saya berpikir betapa kerasnya persaingan di sini. Dari cara bicaranya saya tahu bahwa Win bukanlah orang yang berpendidikan. Suaranya sangat lirih bahkan saya kadang-kadang hampir tidak mendengar apa yang diucapkannya. Pandangan matanya sulit untuk dilukiskan, mungkin sudah terlalu banyak cerita pahit terlukis di sana dalam usianya yang masih muda itu. Dari cara bicaranya saya tahu bahwa Win mempunyai hati yang soft and very kind.

Setelah kami ngobrol agak lama, kemudian ia berkata, "Kok bajunya nggak di lepas, malu ya?" katanya dengan tersenyum. "Ah nggak kok," elak saya, padahal saya memang tidak tahu bagaimana harus memulai, karena ini adalah pengalaman saya yang ketiga bercinta dengan seorang wanita. Saya lalu melepaskan baju saya. Bersamaan dengan saya melepaskan baju, saya lihat Win pun mulai melepaskan pakaiannya satu-persatu hingga tubuhnya tidak ditutupi sehelai benang pun. Sekarang terlihat di hadapan saya tubuh mulus dari seorang wanita yang siap untuk dibelai olehku.

Berbekal adegan-adegan yang saya lihat di Blue Film, dan dari 2 pengalaman terdahulu, saya mulai mencumbunya. Saya memintanya untuk duduk di pangkuanku, sehingga pantatnya menekan kemaluanku yang lumayan besar dengan keras dan saya pun mulai meremas dan menjilati kedua payudaranya yang tidak begitu besar, namun sangat padat dan kenyal. Selama itu Win juga terus menggerak-gerakan pantatnya menggesek kemaluanku. Saya merasakan betapa enaknya saat penisku sesekali bertemu dengan vagina Win yang hangat. Ingin rasanya saya memasukan penisku saat itujuga ke dalam vaginanya, namun bisa kutahan, karena saya tidak mau hasratku menjadi menurun sebelum saya selesai menjelajahi setiap lekuk tubuhnya. Sehingga saya tetap bertahan sambil berkonsentrasi di kedua payudaranya yang benar-benar sempurna bagiku.

Setelah beberapa lama lalu Win berkata, "Pindah ke tempat tidur aja yuk, nanti kamu kecapean.." Saya pun mengiyakannya lalu kami pindah ke tempat tidur. Ia lalu membaringkan tubuhnya yang polos itu di tempat tidur dengan kedua pahanya terentang lebar memperlihatkan alat kewanitaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Lalu saya naik ke atas dan menindih tubuh Win dan bisa saya rasakan betapa halus kulit tubuhnya, begitu merasakan halusnya tubuh Win, penisku menjadi makin tegang dan saya bisa merasakan betapa kerasnya tekanan di sekitar kepalapenisku yang makin membesar seakan ingin meledak. Saya mulai mendekap tubuh Win dengan kuat sambil menggesekan tubuh dan kemaluanku ke tubuhnya. Win juga balas memeluk saya dengan kuat. Kedua pahanya menjepit pahaku dengan kuat sekali. Saat itu pikiranku benar-benar melayang entah kemana, kulit tubuh Win benar-benar halus dan licin, belum pernah saya menyentuh benda sehalus kulitnya.

Sambil terus menindihnya, kedua tangan saya kembali meremas-remas kedua payudaranya dan mulut saya menghisap payudaranya dan lidah saya menjilati kedua putingnya. Kadang-kadang tangan saya berpindah memegang dan meremas pantat Win yang bulat dan padat dengan kuat. Entah berapa lama kami bergulingan dan berpelukan seperti itu, namun saya benar-benar menikmati kulit tubuhnya yang halus. Sesekali saya dengar desahan nafas yang memburu darinya. Lalu dari kedua payudaranya saya mulai turun ke bawah dengan terus menciumi dan menjilati perut dan pahanya sambil mata saya memandangi vaginanya. Terus terang baru pertama kali ini saya melihat vagina wanita dengan begitu dekat dan terbuka, pada pengalaman terdahulu saya tidak sempat melihatnya karena terlalu terburu-buru. Saya tidak akan melewatkannya kali ini.

Saya coba untuk membuka vaginanya dengan kedua jari saya. Terlihat sebuah liang berwarna merah muda. Lalu saya memasukan jari tangan saya ke dalamnya. Ternyata vaginanya masih sangat rapat. Saya bisa merasakan jari tangan saya seperti terjepit di dalamnya. Rasanya hangat dan bergetar lembut, namun saya tidak memainkan jari tangan saya terlalu lama di sana, karena saya khawatir melukai alat kewanitaannya yang begitu lembut.

Kemudian saya mencoba menjilati vaginanya seperti di film BF yang pernah saya tonton. Lidah saya bergerak dengan cepat di vaginanya. Tidak tercium bau amis di vaginanya, malah ada kesan harum. Ternyata aksi saya itu cukup lumayan juga untuk seorang pemula, walaupun hanya berbekal adegan yang saya lihat di film. Begitu lidah saya menyentuh vaginanya, kedua pahanya langsung menjepit keras kepala dan wajah saya. Saya sih merasa keenakan juga karena pahanya terasa lembut sekali.

Kemudian vaginanya ditekan sekeras-kerasnya ke wajah saya sehingga saya agak kelabakan juga. Tubuhnya juga melengkung ke atas, dan kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan dengan nafas yang sangat kencang. Akhirnya ia menarik kepala saya ke atas dan meminta saya memasukan penisku yang sudah tegang sekali ke dalam vaginanya. Lalu saya pun memasukan kemaluanku yang lumayan panjang dan besar ke dalam vaginanya. Sambil memeluk tubuhnya yang halus kuat-kuat dan menekan tubuh saya ke payudaranya yang indah itu, saya mulai menaik-turunkan pantat saya, dan penis saya terjepit dengan kuat sekali di vaginanya. Alat kelamin saya meluncur masuk keluar dari vaginanya. Selama itu terdengar suara yang dihasilkan oleh pertemuan kedua alat kemaluan kami. Saat itu saya tidak melihat bagaimana ekspresi dari Win, sebab saat itu saya sudah terlalu sibuk dengan sensasi yang saya rasakan di seluruh tubuhku. Saya hanya bisa membenamkan seluruh wajah saya ke payudaranya.

Cukup lama saya menggenjot vagina Win sampai saya merasa lelah juga. Setelah penantian yang panjang akhirnya saya mencapai puncaknya. Terasa seluruh tubuhku bergetar seolah tidak mempunyai tulang lagi, karena saya memakai pengaman, Win tidak tahu kalau saya sudah keluar. Dia mungkin mengira saya kelelahan, karena saya lihat nafasnya masih keras, makanya saya tetap genjot sampai akhirnya tubuhnya tersentak kuat tanda ia juga sudah keluar, baru saya hentikan. Setelah itu saya membersihkan diri, dari kaca saya lihat ia terbaring dengan memejamkan matanya. Saya tidak tahu apakah ia terlalu lelah atau menikmati apa yang barusan kami lakukan.

Setelah saya selesai membersihkan diri, lalu saya duduk di sebelahnya. Saya lihat dia tersenyum ke arahku, lalu ia pun membersihkan dirinya. Setelah selesai, ia berkata sambil tersenyum ke arahku, "Udah selesai kan?, sekarang pulang ya!" katanya menggoda. Mungkin karena ia menganggapku masih lebih muda darinya. Tapi saya malah berkata, "Boleh sekali lagi nggak?"Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum, ia lalu merebahkan tubuhnya kembali ke tempat tidur, dan kali ini saya berkonsentrasi pada payudaranya yang sangat padat itu. Saya saat itu bertekad untuk menikmati sepuasnya kedua payudaranya, agar tidak ada penyesalan nantinya. Bentuk payudaranya hampir sama dengan bintang BF asia yang pernah saya tonton. Bentuknya bulat kencang menjulang ke atas tidak turun, dan putingnya juga masih berwarna merah muda dan mungil. Saya mulai lagi memainkan lidah saya di payudaranya bergantian ke payudara yang kiri dan kanan.

Permainan lidah ini saya peroleh pada pengalaman saya yang kedua, di mana pada saat itu saya benar-benar menjadi objek dari seorang wanita di sebuah kompleks Jakarta Pusat. Saat itu sekujur tubuh saya dan kemaluan saya menjadi objek permainan lidah dari seorang wanita yang benar-benar ahli dan profesional sehingga pada pengalaman saya yang kedua itu, bukan saya yang mempermak wanita, tapi malah saya yang dipermak habis-habisan. Saat itu malah saya sudah mengeluarkan sperma terlebih dahulu sebelum sempat memasukan penis saya ke vaginanya, saking dahsyatnya permainan lidahnya. Untung saya saat ini masih muda sehingga saya tidak langsung lemas setelah keluar 1 atau 2 kali.

Sekarang tehnik permainan lidah itu saya coba praktekan ke Win. Sambil terus memainkan lidah saya di payudaranya, tangan saya juga terus mengusap dan meremas-remas payudaranya, sesekali saya mengisap payudaranya dengan keras, dan kadang-kadang saya menggigit payudaranya dengan lembut. Kadang-kadang saya mengisap payudaranya begitu keras sampai seakan-akan semua payudaranya ingin saya masukan ke mulut. Makin lama saya bermain di payudaranya, Win yang semula tenang, makin lama makin gelisah, tubuhnya bergerak liar ke kiri dan ke kanan, terus tubuhnya makin ditempelkan dan digesekan dengan keras ke tubuhku, dan vaginanya di gesek-gesekan ke alat vital saya. Saya mendengar nafasnya sangat keras dan terdengar desahan dari mulutnya. Karena mendengar nafas Win yang semakin memburu sambil terus meremas-remas payudaranya dan menggesekan tubuh dan kemaluanku ke tubuhnya.

Saya mencoba untuk melihat wajahnya. Begitu melihat wajahnya, saya sempat terpaku. Saya sempat terpana di buatnya. Terus terang saya sudah banyak bertemu dengan wanita-wanita cantik, namun baru kali ini saya melihat sebuah wajah yang sangat menakjubkan. Apa yang saya lihat saat itu adalah pemandangan yang sangat indah yang mungkin tidak akan pernah bisa saya lupakan. Di depan saya terlihat sebuah wajah wanita yang begitu cantik, anggun, damai, dengan kedua mata terpejam, dagunya agak terangkat ke atas sehingga terlihat jelas lehernya yang jenjang dengan seuntai kalung di lehernya. Tergambar jelas di wajahnya betapa ia begitu bahagia. Benar-benar pemandangan yang sangat sempurna dan sukar dilukiskan. Mungkin saat itu saya benar-benar telah merasakan cinta sesaat. Ingin rasanya saat itu saya mengecup bibirnya yang mungil itu, namun saya takut akan menghilangkan pemandangan yang mungkinkah akan bisa menyaksikannya lagi dari wanita lain. Sayang sekali saya tidak bisa melihatnya terlalu lama karena ia keburu meminta saya kembali untuk memasukan penis saya ke vaginanya.

Akhirnya saya kembali untuk kedua kalinya memasukan penis saya ke vaginanya, dan kali ini kami lebih liar dari yang pertama, apalagi saya sudah mengeluarkan sperma sekali, maka untuk yang kedua ini saya lebih kuat dan tahan lama dan saya lihat Win pun gerakannya lebih liar dari yangpertama kali, sekali ini dia malah berteriak kecil agak ditahan.

Setelah saya menggenjot vagina Win dan tidak terhitung berapa kali kami bergulingan berganti posisi, kadang dia di bawah, kadang saya di atas. Akhirnya saya kembali mencapai puncaknya dan kali ini rasanya lebih dahsyat dari yang pertama. Namun saya tahu Win belum mencapai orgasme, tapi ia lalu minta ganti posisi, ia minta duduk di atas, begitu saya mencabut penis saya, terlihat bahwa sperma saya sudah keluar dan terkumpul di pengaman, tapi saya tetap memintanya untuk menggenjot dari atas, dia sempat menanyakan pada saya, "Masih kuat nggak?" Dengan wajah yakin saya bilang, "Masih.." Dan memang saat itu penis saya masih berdiri tegak, dan belum loyo, hanya saya tidak tahu apakah masih ada sperma yang tersisa. Lalu Win mulai menaik-turunkan pantatnya dengan cepat, sedangkan saya hanya berbaring santai saja menikmati apa yang masih saya nikmati, sampai akhirnya Win berteriak lirih dan mencapai orgasme, namun saya sendiri tidak berhasil mencapai orgasme saya yang ketiga, karena saya tahu untuk mencapai yang ketiga akan dibutuhkan waktu lebih lama lagi buat saya dan saya rasa waktu yang disediakan mungkin tidak cukup, maka setelah Win mencapai orgasme yang ketiga, akhirnya saya membersihkan diri, dan Win juga. Lalu saya menunggu dia berpakaian baru saya mengenakan pakaian saya. Lalu saya memberikan bayarannya dan kembali menyalaminya sambil mengucapkan terima kasih. Dia juga mengucapkan terima kasih pada saya dengan kembali tersenyum manis.

Saya melihat wajahnya lekat-lekat untuk yang terakhir kalinya sebelum saya keluar dari kamar dan diskotik itu untuk kembali menjalani hidup sehari-hari yang penuh dengan tantangan dan tekanan, kembali bergelut dengan komputer.

Entah kapan saya akan bertemu lagi dengan Win karena setelah hubungan saya dengan Win tersebut, saya bertekad bahwa Win adalah wanita terakhir yang pernah bercinta dengan saya selain Istri saya. Saya tidak akan mengunjungi tempat pelacuran selama-lamanya karena saya sudah mendapatkan apa yang perlu saya ketahui sebagai seorang lelaki dewasa. Saya hanya berharap mudah-mudahan istri saya nanti bisa memberikan seperti apa yang saya rasakan bersama Win. Dan nantinya saya bisa bertemu dengan Win dalam kondisi yang lebih baik bukan sebagai seorang pelacur dan pelanggannya. Tetapi sebagai seorang sahabat.


Tamat


[p][e][L][o]

AddThis Social Bookmark Button


Cerita asli  

Cerita asli

Sinopsis: Sesampainya di Kotabumi, Andi berkenalan dengan beberapa orang wanita, mulai dari teman ngebrik, siswi SLTP yang jual mahal, sampai penjual Indomie. Namun cintanya kepada Irda, membuatnya selalu kembali ke Ciganjur. Buku diary ini walau tidak penuh intrik seperti di telenovela, tapi cukup enak dibaca.

Awal Februari 1994

Aku menghampiri Lala dan menarik tubuhnya, kucium bibirnya, kulumat. Dia terperanjat dan hampir saja menampar wajahku, tapi niatannya itu urung dan dia hanya tersenyum simpul. Dengan raut wajah yang penuh tanya dia menatapku, "Kenapa?"
"Aku menciummu karena aku mau menciummu, kau keberatan?"
"Tidak!" raut wajah yang merahnya memudar mengatakan itu. "Aku hanya kaget dan senang.." meluncur itu dari bibirnya yang tebal sensual.
"Adi, kupikir kau mau menciumku bukan hanya karena kamu mau menciumku, tapi adakah hal lain dibalik semua itu?"
"Ada, aku ingin kau jadi pacarku."
Memerah lagi wajahnya dan ia kelihatan senang sekali.

Sejak saat itu hampir setiap malam minggu aku mendatanginya untuk bercumbu dan bercerita tentang apa saja, pekerjaan, percintaan, atau seks dan setiap kalinya kami bercumbu kami selalu melakukan hal-hal yang aku senangi, merayunya, merabanya, memangkunya, bahkan memasukkan tangannya ke dalam celanaku.

Aku senang ketika aku mencium telinganya yang bersih, meremas payudaranya yang besar dan kencang, merasakan kehangatan tubuhnya yang tak begitu tinggi namun mempunyai anggota badan yang mampu membuat semua pria melirikkan mata dan berdecak kagum. Aku suka mendengar lirihannya saat kutelusuri kemaluannya yang lembab dan bulu-bulu pemanisnya yang lembut dan memberikan imajinasi yang membuatku payah.

Dia suka sekali ketika aku memangkunya, dan dia menaikkan bajunya yang kemudian tersembul payudara yang putih jernih dengan puting yang masih merah senja, dan aku mengulumnya, menyedotnya dalam-dalam, dan dia mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun sehingga antara penis dan kemaluannya yang masih tertutup celana terjadi gesekan yang cukup membuatku bertambah semangat menyedot puting susunya.

Akhir Agustus 1994

Ayah mengajakku pergi camping ke Cikole - Lembang sore itu. Aku mau saja, walaupun sore itu aku baru saja kembali dari pekerjaanku. Jelek-jelek begini aku bekerja pada sebuah perusahaan yang cukup besar dan gajiku mencukupi kebutuhanku selama satu bulan. Aku pergi ke tempat camping bersama ayah dan seorang sahabat sejatiku. Di tempat camping aku berjumpa dengan dua orang gadis yang masih belia, dan kedengarannya dia masih duduk di bangku SMEA kelas dua. Aku dan sahabatku berkenalan dengan mereka, singkat kata kami mulai bercengkrama satu sama lain.

Pertemuan yang singkat. Memang aku baru mengenalnya beberapa jam yang lalu, tapi dari semua yang diceritakannya, tingkah lakunya, dan tutur sapanya padaku seolah dia memberikan apa yang sangat kubutuhkan, yaitu cinta dan nafsu.

Malam itu udara Cikole cukup dingin, membuat aku dan dia berpelukan untuk menghangatkan diri masing-masing, tapi rupanya "setan" berkata lain. Lama-lama aku menjadi tergoda untuk menciumnya, meraba bagian yang sensitive, dan mulai dengan sentuhan-sentuhan kecil di daerah yang katanya belum pernah dijamah sebelumnya oleh orang lain. Aku dan dia terlena dalam pelukan, sampai-sampai kami berpelukan dalam keadaan telentang, aku di atas, dan dia di bawah, oh hangatnya.

"Irda..." begitulah namanya, "Keberatan kalau aku mencintaimu?" kata-kata itu meluncur saja dari mulutku tanpa kusadari sebelumnya.
Dia tidak menjawab, sepertinya dia perlu cukup waktu untuk memikirkan hal tersebut. Tak apalah, toh umpan sudah kulempar, tinggal aku menunggu apakah dia mau makan umpanku.

Awal September 1994

Kejadian di Cikole itu berbuntut panjang yang akhirnya membawaku selalu ingin bertemu dengan Amry. Lalu bagaimana dengan Lala? Ah, aku hampir lupa dengan pacarku yang satu itu. Aku tidak akan melupakan semua yang telah terjadi dengannya, tapi kejadian di tempat kerjanya cukup membuatku kecewa. Sore itu aku mampir ke tempat kerja Lala, niatanku menjemputnya sambil jalan-jalan sore, tapi ketika aku masuk ke tempat kerjanya, aku melihat dia sedang mengelus-elus pipi seorang pria teman kerjanya. Aku sendiri heran Kenapa aku tidak marah! Aku malah mencuekkannya. Kusapa dia dan dia terbelalak. Ingin sekali dia menjelaskan perbuatannya, tapi sayangnya perbuatannya itu cukup membuat alasan bagiku untuk menyudahi hubungan kami.

Kali ini setiap malam minggu aku tidak lagi bertemu dengan Lala tapi aku punya gebetan baru, Irda yang bekulit kuning langsat, berambut panjang dan bertubuh ideal, oke deh. Tidak seperti hubunganku dengan Lala, dia gadis yang agak pendiam dan libidonya jauh di bawah Lala yang selalu bergairah. Hubungan intim kami hanya sebatas ciuman saja, tidak lebih, dan itu kurang kusukai. Tapi aku menghormatinya karena dia mungkin masih belia dan dia masih belajar dalam hal ini, dia masih anak sekolah.

Irda tak dapat menahan isakannya ketika aku memberitahu tentang mutasi pekerjaanku dari Ciganjur ke Kotabumi yang jaraknya lumayan agak jauh. Tapi "live must go on". Bagaimanapun aku harus tetap menjalankan semuanya dan itu tidak merubah yang sudah terjadi. Kucium bibirnya untuk meredakan isakannya. Aku berupaya membuat hatinya senang, tapi dia berkata lain. Dibalasnya ciumanku, dilumat, dikulum, dan memeluk tubuhku erat-erat seolah tak ingin berpisah jauh.

Kami saling berpelukan lama sekali, sampai-sampai kami bergulingan di lantai. Hasrat kami pun mulai menggebu. Irda yang menurutku pendiam ternyata pada waktu itu libidonya meningkat. Dia membuka pakaianku dan aku hanya memakai celana dalamku saja. Aku tak mengerti apa kemauannya, tapi kuikuti saja sampai dimana dia akan melakukannya. Ternyata dia membuka pakaiannya juga dan hampir telanjang bulat. Dia mengulum meremas putting susuku, dan menjilatinya. Tak kuasa lagi aku pun langsung merangkulnya, menciumnya dan membuka pakaian dalamnya sehingga dia dalam keadaan tubuh tanpa selembar benang pun. Dia sepertinya sudah rela memberikan tubuh dan jiwanya kepadaku.

Kuremas susunya, kupuntir putingnya dan kusedot-sedot dengan mulutku.
"Ahh Adi, teruskan sayang jangan berhenti, aku sayang padamu. oh." Irda merintih kenikmatan dan itu membuatku semakin bergairah.
Tangannya mulai menggerayangi alat vitalku, dan tanganku pun mulai meraba bagian yang berjumput kecil di bagian tengah di antara kedua pahanya। Terasa agak lembab, namun memberikan kesan yang membuat otakku semakin panas. Kemudian॥ Semuanya terhenti tatkala berkumandang adzan maghrib, dan kami pun segera mengucap nama Tuhan kami, dan besyukur semuanya tidak terjadi.

Di tempat kerjaku yang baru.

Semula aku ragu apakah aku dapat berkembang di tempat kerjaku yang baru, sebab rasa pesimis dalam hati membuat sejuta pertanyaan. Tapi semua itu dapat kulalui, aku membuat suasana yang nyaman untuk diriku sendiri di sana. Tak banyak yang dapat kuceritakan, hanya pekerjaan yang terkadang agak membosankan, kadang membuat senang dan terkadang menantang.

Kantor baruku itu terletak pada ujung suatu perumahan yang agak besar dengan dibatasi dan dikelilingi oleh perkampungan, kebun dan sawah. Agak ramai memang, dan aku mulai menikmati keramaian di sekelilingku. Aku tidak mempunyai teman sebaya, yang kudapatkan hanya orang-orang yang usianya rata-rata jauh di atasku. Hal itulah yang membuatku terkadang bosan akan suasana ini, pikirku harus mendapatkan teman yang sebaya yang dapat diajak berbicara, diskusi dan lain-lain.

Sampai pada suatu hari, aku mengisi kebosananku dengan "berbicara melalui pesawat radio 2 meteran" atau lebih populernya ngebrik. Singkat kata aku kenalan dengan seorang gadis di udara, dan aku mengajaknya "kopi darat".

"Lusi nama aslimu?" aku bertanya.
"Ya, Lusia Anggiwening lengkapnya," dia menjawab, "Nama aslimu siapa?" dia balik bertanya.
"Adi, Adi Layung Gilar, kau boleh memanggilku Adi atau Gilar, atau apa sajalah, tapi jangan Layung, aku tidak suka dipanggil dengan nama itu."
"Kenapa?"
"Kedengarannya seperti jaman Majapahit, kataku."
Dia tersenyum dan menyibakkan rambut ikal sebahunya ke belakang, dan terlihat barisan gigi yang putih, bibir yang sensual. Pendeknya raut wajah yang agak melankolis. Aku menatapnya dalam-dalam dan dia agak tersipu.

"Mau tambahkan kopinya lagi, atau kamu mau yang lain?" pertanyaannya padaku membuat tatapanku memudar.
"Kalau boleh aku minta yang lain deh."
"Apa itu?" tanyanya.
"Besok ajak aku berkeliling kota ini. Aku ingin lebih jauh mengenal kota baruku ini. Itu juga kalau kamu tidak keberatan.." pintaku.
"Kamu mau pergi ke tempat seperti apa?" dia bertanya lagi sebelum sempat memjawab pertanyaanku tadi.
"Misalnya tempat yang ramai seperti mall, atau ke tempat yang sepi seperti pegunungan atau terserah kamu saja deh yang jadi tuan rumah.." jawabku.
"Baiklah, aku akan membawamu pergi berkeliling kota ini, asal syaratnya terserah aku, dan kamu jemput aku besok pagi, setuju?"
"Setuju."

Aku melewati hari itu dengannya, berdua, berkeliling kota, makan, jajan, jalan kaki, tertawa, bercanda, sampai tak terasa hari sudah menjelang sore.
"Pulang yuk." pintanya, "Sudah sore nih. Aku tidak mau terlambat pulang."
"Oke Non, kita pulang, tapi suatu hari nanti aku ingin kita pergi jalan-jalan lagi. Kamu mau kan?"
"Mau saja, tapi kalau nanti kamu yang ajak aku, yah."

Aku agak kecewa tentang teman baruku itu, halnya aku ingin berteman dengan seseorang yang mempunyai gender yang sama seperti aku, tapi malahan dapat seorang gadis. Aku takut aku lupa dengan pacarku, "Irda". Sejak itu hampir setiap malam aku bercengkrama dengan Lusi melalui pesawat radio HT, dan kami membicarakan hal-hal yang kami senangi.

3 bulan berlalu...

Aku pulang ke Ciganjur 2 kali setiap bulannya, dan tak kulewatkan aku menemui pacarku Irda, dan sepertinya dia mulai terbiasa dengan keadaan ini. Rindu terlepaskan setiap dua minggu sekali kami pergunakan dengan sebaik-baiknya, bercumbu, bercinta. Tapi sejak kejadian 3 bulan lalu, kami tidak terlalu jauh melangkah dalam hubungan intim, hanya sampai pada saling memegang alat vital, mengocok penisku, menguntil klitorisnya, sampai kami orgasme dengan tidak berhubungan suami istri, dan sampai detik itu aku juga tidak berani memasukkan benda apapun ke dalam vaginanya.

"Adi, aku kangen berat" suaranya lirih berbisik di telingaku.
"Aku juga, bagaimana kabarmu minggu ini, baik saja kan?"
"Aku baik-baik saja, tapi kangen ini selalu saja menggangu konsentrasiku mengikuti pelajaran sekolah. Aku terlanjur sayang sama kamu."
Aku hanya tertawa mendengar penjelasannya. Kupeluk dia dan kucium keningnya. Dia masih terlalu polos. Malam itu kami lewati dengan kerinduan masing-masing yang ada dalam hati dengan ngobrol, ciuman, pelukan, tapi tidak untuk yang satu itu.

"Ir, besok kita pergi yuk!" aku mulai mengalihkan pembicaraan.
"Kemana?" tanyanya.
"Beberapa temanku mengajakku pergi ke Danau, katanya sih kita harus membawa pasangan kita masing-masing, semacam kencan ganda, atau seperti itulah."
"Berapa orang yang ikut?" tanyanya lagi.
"Kira-kira tiga sampai empat orang, aku kurang pasti tuh."
Irda terdiam sejenak seperti menimbang-nimbang ajakanku.
"Pulangnya malam enggak?" bertanya lagi dia.
"Sampai jam tiga sore deh. Aku janji, nanti aku yang bilang sama ortumu. Gimana, mau kan?"
"Baiklah, kau jemput aku besok pagi, tapi sekarang kau bilang dulu sama mama dan papaku."

Danau itu...

Kami pergi ke danau enam orang atau tiga pasang, yang dua pasang adalah sobatku yang membawa pacarnya masing-masing. Acara di sana tidak lain halnya seperti di tempat lain, kami berperahu, makan, bercengkrama, ngobrol, berlari-lari. Pendeknya kami semua menikmati acara hari itu.Sampai pada tengah hari, hanya aku dan Irda yang tersisa duduk pada tikar tempat kami ngobrol dan makan tadi.

"Ir, pada kemana mereka?" tanyaku.
"Engga tau tuh, tadi mereka ada di sekitar sini, tapi sekarang tidak kelihatan sama sekali."
"Sepertinya mereka mencari tempat khusus buat berdua-duaan.." kataku.
"Iya kali." Irda mendukung.
"Yah, jadi tinggal kita berdua yang jagain tikar." aku bersungut.
Tapi waktu itu hanya kami berdua, duduk di tepi danau saling tidak bicara, saling berpelukan, mencium keningnya, bibirnya. Rasa sayang yang ada dalam hatiku bertambah ketika kemanjaannya kepadaku bertambah pula.

"Adi, kamu sayang padaku kan?" pertanyaan Irda seolah memecah keheningan sekitar danau.
"Yah, aku sayang padamu."
Tepi danau yang Indah itu menjadi saksi bisu, menyaksikan rasa sayang yang kami tumpahkan masing-masing. Dalam benakku kuyakinkan bahwa aku akan menunggunya dan akan kujadikan dia "Istriku", karena begitu sayang aku kepadanya.

Pukul dua siang, kami pulang.

Setelah aku mengantar Irda sampai depan rumahnya, Irda sempatnya membisikkan pertanyaan lagi.
"Adi kamu betul-betul menyayangi aku?"
Aku mengangguk memastikannya.

Hari-hari selanjutnya kami yakin akan cinta kami। Sampai pada suatu pagi di awal bulan April 1995.

Awal April 1995.

Aku agak kecewa dengan Lusi yang pindah dari rumah bibinya ke rumah orang tuanya. Yah, selama ini dia tinggal bersama bibinya yang rumahnya tidak terlalu jauh dari kantorku. Seharian aku mencarinya lewat radio, tapi hasilnya nihil. Sampai pada suatu pagi, ketika aku sedang mencuci motor di pelataran parkir depan kantorku. Aku memang tinggal dekat sekali dengan kantor, perusahaanku menyediakan sebuah mess bagi karyawan yang tinggalnya jauh dari tempat dimana dia tinggal sesungguhnya.

Pandanganku tertumpu pada seorang gadis yang sedang berjalan melewati depan kantor, dan dia melirikkan matanya seolah dia ingin tahu apa yang sedang kukerjakan. Wuih... matanya, wajahnya cantik nian gadis ini. Baru kali ini aku melihat gadis yang cantik, dengan kepolosan wajahnya yang lebih polos dari Irda pacarku, tapi lebih cantik. Wajahnya bulat telur, matanya besar dan Indah dengan bulu mata yang lentik, hidungnya kecil dan mancung, bibirnya tipis kecil dan seksi, rambut sebahu hitam mengkilat, kulit putih dengan potongan tubuh ideal, 165 tinggi dan 45 kg perkiraanku. Seperti bidadari.

Aku melayangkan senyuman padanya, tapi senyumanku tidak dibalasnya. Dia malah melengos dan tidak mengacuhkanku. Aku tertantang dengan kesombongannya. Serentak aku kasak kusuk mencari tahu siapa gadis itu. Pertama aku bertanya pada satpam kantorku, dia tidak tahu. Pada tetanggaku!
"Yah, anak itu keponakannya Ibu Komala tuh. Rumahnya tepat di belakang messmu.." kata tetangga yang kukenal sejak tiga bulan lalu.
"Masa sih mas? Kok aku yang hampir enam bulan tinggal di sini baru melihatnya?"
"Dia kan tidak tinggal di sini, hanya aku tahu kalau dia suka mampir ke rumah Bu Komala itu. Kenapa? Kamu tertarik sama dia? Dia memang cantik kok.." menggodaku dia.
"Ah, tidak mas. Hanya saja sepertinya dia itu sombong sekali. Masa aku tersenyum dia cuma membalas dengan lirikannya dan `ngelengos' gitu aja, tanpa mau memandangku sebentar saja."

Sebetulnya yang ada dalam pikiranku dan hatiku hanyalah Irda semata. Dia pujaanku, dia kekasihku yang baik, yang selama ini tidak pernah menuntut banyak dari diriku. Bahkan kalau sudah waktunya 'apel' dan aku tidak dapat hadir karena kepentingan keluargaku dia tidak marah. Dia mengerti keadaanku. Sesungguhnya gadis seperti ini yang kuinginkan menjadi istriku. Perempuan yang mengerti, tidak pencemburu, baik hati, berani dan jujur. Irda, hanya kamu yang memenuhi semuanya itu. Tapi lirikan gadis di pagi dua hari yang lalu itu selalu menggangu perasaanku. Kenapa yah? Dia selalu hadir dalam benakku, apa karena dia lebih cantik? Ah, segera saja kusingkirkan pikiran-pikiran yang dapat membuatku lupa pada Irda.

Bukan waktu yang sebentar untuk mengetahui namanya, sekolahnya, rumahnya. Ah, anak sekolah rupanya. Dia masih duduk di bangku SLTP kelas 3. He.. he.., tapi dari penampilannya itu dia seperti gadis yang sudah beranjak dewasa. Apakah memang umurnya sudah dewasa tapi dia tidak naik kelas karena otaknya bodoh? Ihh amit-amit dah, tapi enggaklah. Dari tingkah lakunya dia tidak menampakkan orang yang bodoh. Benar sekali memang dia masih duduk di bangku SLTP kelas 3 dan umurnya kira-kira baru 15 tahun. Amel namanya. Aku cukup senang dengan hanya mengetahui namanya saja, dan sempat terlintasi dalam benakku bagaimana caranya agar aku dapat berkenalan.

Tapi memang dia itu gadis yang angkuh. Sore itu aku melihatnya sedang bermain volley di lapangan belakang kantorku. Aku sengaja mengawasinya agak jauh dan berdiri di depan gang rumahnya. Pikiranku aku bisa mencegatnya kalau dia pulang. Benar, dia harus melewatiku kalau dia mau pulang, seraya mengawasi Amel yang berjalan ke arahku. Aku tersenyum ketika dia lewat di depan batang hidungku, tapi di luar dugaan dia sama sekali tidak menoleh malah sepertinya dia menganggapku tidak ada di situ. Dengan tatapan yang lurus ke depan dia berjalan di depanku dengan seenaknya. Awas kamu Amel.

Di rumah Irda...

Tangannya menjambak rambutku, ketika kukulum putting payudaranya, kuhisap-hisap, kupuntir dengan jariku dan sesekali kujilat.
"Adi, teruskan sayang. Aku menikmatinya." Irda mendesah dan sesekali melenguh kenikmatan.
Tanpa satu patah kata pun aku melanjutkan aksiku menggerayangi tubuh Irda yang sudah setengah telanjang. Dengan cepat aku membuka baju sebelah atas dan mencopot bra yang sudah sejak tadi terkulai ke atas. Dan tanpa diminta dia pun membuka semua pakaianku hingga kami berdua dalam keadaan telanjang penuh.

Kami berdua berpelukan, bergulingan, berciuman, yang tanpa disadari hampir setengah jam kami melakukan itu. Entah yang keberapa kalinya aku mencium dan menjilati daging kecil dengan jumputan bulu di antara kedua paha di bawah pusarnya. Harum yang khas membuat hasratku semakin menggebu. Apalagi saat itu dia mengelinjang kegelian bercampur dengan kenikmatan yang dirasakannya. Nafsu semakin memuncak dan pada akhirnya aku yang masih dalam keadaan terkendali memutuskan untuk melakukan penetrasi vaginanya dengan penisku.

Terbersit wajah takut penuh pertanyaan pada Irda, tapi aku meyakinkannya dengan anggukanku. Dia membalas dan menganggukan kepalanya. Tak kubiarkan terlalu lama, langsung saja si kepala baja yang kerasnya sudah seperti kayu kumasukkan dalam mulut vaginanya. Irda merintih dan aku membiarkannya dan terus mendesak penisku untuk masuk dengan pasti. Irda menjerit lirih dan mendorong tubuhku. Tampak dia seperti kesakitan. Dari vaginanya nampak cairan berwarna merah muda yang encer. Kuusapkan telunjukku pada cairan itu.
"Kamu masih perawan Irda, apakah kamu tidak akan menyesalinya?"
Irda terdiam. Sejenak kami terdiam dalam suasana yang tidak mengenakkan.

"Adi, tolong ulangi sekali lagi, aku ingin mencobanya."
"Kamu..."
"Sudahlah, ayo kita lakukan sekali lagi."
"Baiklah."

Suasana tadi membuat gairahku menurun dan si kepala baja kelihatan sudah tidak semangat lagi untuk melakukan peperangan, dan Irda mengerti akan keadaan itu. Lalu dia mulai membelai si kepala baja, menciuminya, mengulumnya. Keluar, masuk, keluar, masuk melalui mulutnya, dan secara otomatis kepala baja yang cukup besarnya mengeras kembali.
"Ayo Adi 'dia' sudah siap..!"

Tak kutunggu lagi, kumasukkan si kepala baja ke dalam mulut vagina yang sudah semenjak tadi lembab. Rupaya ketika sedang mengulum penis, Irda merasakan rangsangannya melonjak. Tak susah seperti tadi, dan karena lembab si kepala baja tidak menemui kesulitan untuk penetrasi. Dan Irda pun sepertinya tidak merasa kesakitan, malahan kulihat wajahnya yang tampak memohon untuk mempercepat masuknya si kepala baja.

Sleep...., Irda tampak melenguh। Mungkin liang vaginanya yang tadinya sepet kini kemasukan sebuah benda yang cukup besar dan memberi kenikmatan yang luar biasa. Kutekan pinggulku, kuangkat, tekan, angkat sampai beberapa kali lamanya, sampai menimbulkan suara yang indah didengar. Dan untuk sekali lagi kami melakukan senggama dengan semangat 45 dan akhirnya kami berdua puas sekali. Setelah kejadian itu hampir 2 kali dalam satu bulan, kami melakukan senggama, sesempat-sempatnya, di rumah Irda, di mobil atau di mana saja asal terlampiaskan hasrat kami berdua.

Tiga Bulan Berlalu.

Pagi cerah diiringi lagu Chrisye yang mengalun dari speaker active pada komputerku membuat suasana hati bersemangat untuk melakukan aktivitas keseharianku, sampai pada akhirnya aku merasa ada yang tak beres dengan perutku. Laparrr oy.

Beranjak menuju warung (baca=warung, tapi agak besar dan lengkap) dengan niat membeli sebungkus Indomie.
"Mbak beli Indomienya dan telur satu butir!"
Aku tidak mengira bahwa yang biasanya meladeni warung itu adalah wanita setengah baya, tapi kini warung tersebut diladeni oleh seorang gadis yang belum mandi dan cengar-cengir melihat ke arahku.
"Beli apa?" sapanya.
"E..e beli Indomie Mbak.." kataku hampir tergagap.

Meskipun belum mandi tapi garis wajahnya dan garis tubuhnya membersitkan kecantikan dan keindahan yang jarang sekali dimiliki oleh gadis lain. Aku memujanya. Entah karena sifat playboy-ku atau rasa penasaran yang selalu dan selalu menggoda setiap kali melihat gadis yang cantik. Tapi ini lain, dia lebih cantik dari gadis-gadis yang telah kukenal sebelumnya. Bukan Adi kalau tidak penasaran mendapatkan apa saja dari Gadis itu.

"Eh rasanya saya baru melihat kamu di sini.." kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku tanpa kusadari sebelumnya.
"Iyah, aku sedang liburan. Aku berasal dari Bundang, kamu orang sini asli yah?" tanyanya.
"Bukan, aku asli orang Bundang juga. Di mana rumahmu di Bundang?"
"Di Perumahan Bundang Riung Permai. Kamu di mana..?"
"Aku di jalan Rawajali.." kataku.

Dari pembicaraan yang berujung sebuah perkenalan kecil, namanya Viera, akhirnya aku mendapatkan apa yang kuincar dari dia, apalagi kalau bukan nomor telepon, alamat rumah. Selang beberapa hari yang kesetiap harinya aku selalu saja membuat alasan untuk membeli, permenlah, rokok, Indomie, pokoknya alasan yang bisa bikin aku ngobrol sama dia. Aku mengajaknya nonton bioskop, dan dia mau.

Waktu itu aku menonton film yang agak panjang jalan ceritanya. Kalau tidk salah film berjudul "Brave heart" sebuah film kolosal yang penuh dengan drama. Awalnya kami hanya berbincang-bincang, tapi selanjutnya kami... hanya berciuman, (hanya) dan saat itulah aku merasa dunia ini mau pecah, ketika aku menciumnya dan dia membalas ciumanku. Bibir kami berdua benar-benar terpagut dan aku merasakan untuk pertama kalinya wanita mempunyai ciuman yang dasyat, hebat. Entah gaya apa yang dia pakai, tapi cukup membuatku kerepotan membalasnya. Wanita hebat pikirku.

Dari hal tersebut di atas, hubungan kami berkelanjutan sampai pada suatu hari kami menetapkan hari jadian kami berpacaran, tapi ada syarat yang dia ajukan, yaitu dia tidak mau terikat apapun dengan segala urusan yang berbau cemburu, ketidak bolehan dan lain-lain yang pasalnya tidak mau repot dengan aturan undang-undang pacaran. Aku oke saja sebatas aku dan dia saling percaya.Tambah satu koleksiku.

Seperti halnya anak kecil yang mempunyai mainan baru, aku hampir lupa bahwa aku tidak saja mempunyai pacar 1 tapi kini 2, dan aku harus dapat mengatur jadwal untuk mengunjungi sang pacarku itu masing-masing.

Hubunganku dengan Viera biasa saja, tak ada yang spesial, hanya saja aku bangga bahwa aku dapat bergaul dengan gadis yang cantiknya seperti... tepatnya foto model yang biasa kutemukan di majalah remaja. Apa karena dia anak seorang jendral aku tidak pernah berani melakukan apa saja yang sifatnya mengarah ke hubungan intim, sejauh itu kami hanya berciuman, berpelukan. Yah, karena kebutuhan sexualku kucurahkan semuanya ke Irda. Aku masih perlu waktu.

September 1995

Amel! Dia kan yang berjalan itu? aku bergumam sendirian. Yah pasti dia itu si Amel. Kemana saja dia selama ini, aku hampir lupa bahwa aku punya janji sama dia, janji bukan Adi kalau aku tidak dapat berkenalan dengannya.

Pucuk di cinta ulam tiba, atau hanya suatu kebetulan, pagi hari aku dapat telpon, ternyata dari Amel.
"Ini Mas Adi?" sahut suara di seberang telpon di sana.
"Iyah ini Adi, ini siapa yah, dan ada perlu apa?"
"Ini Amel, ada perlu, sedikit minta tolong boleh kan?" tanyanya dengan suara manja.
"Boleh aja tapi jangan minta duit, aku engga punya.." aku berseloroh.
"Bukan, bukan itu yang dimaksud. Amel mau minta Mas Adi nganter Amel bersama teman-teman ke tempat di mana Amel mau caving (baca=kegiatan mengarungi gua)."
"Oh bisa, kapan ya?" tanyaku.
"Besok, hari Sabtu jam 6 pagi Amel tunggu di depan Sekolah Amel. Ok!" manjanya.

Wow, yes, cihui, akhirnya kudapatkan yang kutunggu selama ini, awas yah kamu! Tapi aku bingung, darimana dia tahu nomor telepon dan namaku. Usut punya usut, ternyata selama ini dia adalah keponakan dari salah satu penghuni rumah di belakang kantorku, yang ternyata tantenya (janda=red) mempunyai hubungan khusus dengan salah satu bos-ku (bosku ada 4). Dia tahu tentang aku dari bosku itu.

Cerita mengantar Amel ke kegiatannya tidak menarik, dan rasanya kurang seru bila aku menceritakannya. Karena tidak seperti yang kuharapkan sebelumnya, dia masih cuek. Tapi yang seru, ketika aku mengantarnya pulang ke rumah tantenya itu, didapati sang tante yang kelihatannya kurang enak badan. Sang tante dengan wajah yang kuyu itu minta diantar ke dokter yang letaknya tidak berjauhan dengan rumah Amel sebenarnya.

Sambil menunggu giliran diperiksa dokter, aku diajak Amel ke rumah dia yang sebenarnya adalah rumah neneknya. Tapi selama ini, dari kecil dia diurus oleh neneknya yang kelihatan baik tapi wajahnya memancarkan sifat yang disiplin. Dari sana aku tahu banyak tentang dirinya, tapi tidak sampai pada latar belakangnya, dan itu tak ingin aku mengetahuinya, cukup sampai aku mulai kenal dan seterusnya.

Aku pulang dengan tantenya, karena Amel tidak harus menginap di rumah tantenya, maka seharusnyalah aku yang mengantar tantenya itu, dan itu beralasan karena rumah kami berdekatan.

Hari demi hari, minggu ke minggu, sampai dua bulan berlalu, Amel tidak mengetahui aku sudah punya pacar 2 orang. Dia hanya tahu bahwa setiap akhir Minggu aku harus pulang menjenguk orang tuaku. Dan selama itu kami sering bertemu, bercerita, bercengkrama, nonton, tanpa ada hal-hal negatif yang muncul dari pikiranku. Kenapa yah aku ini? Biasanya ada ikan langsung sambar, tapi kali ini lain rasanya. Mungkin karena dia anak sekolah dan aku harus menghormatinya dan tidak ingin merusak keluguan dari anak sekolah yang mulai beranjak dewasa. (Jadi agak dewasa nih).

Sampai pada akhirnya dia mengungkapkan isi hatinya kepadaku bahwa dia selama dua bulan ini kagum kepada diriku, karena aku dapat membuat dirinya bahagia, keluar dari masalah keluarganya, dan pendeknya dia mulai mencintaiku।

29 Desember 1995

Aku jadian dengannya. Amel gadis lugu dengan sifat yang sedikit egois, arogan dan cantik.

"Uhh ahh... teruskan Adi, jangan berhenti di situ."
Lala dengan mata terpejam-pejam dan tangan yang mengapai-gapai tak karuan, sehingga sedikitnya kukunya menggores pipiku. Kumasukkan lagi si kepala bajaku ke dalam vaginanya yang sudah penuh dengan cairan kewanitaannya, sehingga menimbulkan suara yang ribut tapi indah. Yah, aku dan Lala sedang bersenggama di dalam mobil temanku. Ceritanya aku pulang ke Bundang untuk menyambangi orang tuaku, dan ketika Lala mengajakku pergi keluar lewat telepon, aku tidak menolaknya. Aku dan dia berteman dan aku sudah lupa tentang hubungan kami dulu, tapi kalau diajak keluar sekedar makan dan jajan aku tidak keberatan. Tapi yang dia minta ternyata lain, sesudah makan dan jajan dia mengajakku berhubungan intim. Tentu saja kami tidak mempunyai tempat selain dalam mobil, dan mobil itu kupinjam dari salah seorang temanku.

"Adi oh... Ufh nikmat sekali sayang, teruskan, teruskan."
Aku mengocok alat vitalku dengan hitungan rumus yang kudapatkan dari salah satu buku sex, yaitu 1 s/d 9 secara pelan dan yang kesepuluh keras, lalu 1 s/d 8 pelan dan 9 s/d 10 keras begitu seterusnya, dan cukup membuat Lala membisikkan kata teruuuus.. karena perlakuanku. Sampailah gelegak darah yang kurasakan pada pangkal leherku dan terus menjalar sampai keubun-ubun, dan bersamaan dengan itu rasanya ujung penisku mulai didesaki desakan hebat dari arah dalam. Pada kondisi tersebut kulihat Lala yang masih memejamkan mata dan sesekali merintih.

"Kamu sudah sampai belum?" tanyaku.
"Sedikit lagi sayang, sudah hampir.." jawabnya.
"Aku sudah tak kuat lagi nih.." engahku.
Tanpa basa basi dia bangkit dan mengeluarkan penisku dari vaginanya.
"Sebentar sayang, jangan sekarang. Kita sama-sama menuju puncaknya yah."
Tanpa aku kira sebelumnya, dia menggenggam ujung penisku dan menekannya hingga aku merasa kesakitan.
"Ehh.. mau diapain itu..?" sergahku.
"Tenang, aku mau bikin kamu kuat 1 atau 2 menit lagi."
Oh begitu, ternyata dia dapatkan sedikit ilmunya itu dari membaca buku.

Setelah itu dalam posisi duduk dia mengangkangiku dari atas dan tubuhnya menghadapku. Dia jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Naik, turun, naik, turun tubuhnya, maju dan mundur dengan pagutan bibir yang tak henti-hentinya mengeluarkan bisikan uff heh dan sebagainya. Benar saja hal yang dilakukannya tadi membuat penisku yang tadinya terasa melesak hebat kini tidak terasa lagi. Aku jadi semangat untuk membuat kita menuju klimaks. Goyangan pinggulnya membuat mataku terpejam-pejam. Pagutan lengan kita berdua rasanya tidak bisa dilepaskan. Sampai akhirnya kami pun klimaks secara bersama-sama dengan kenikmatan yang luar biasa nikmatnya. Lalu kami pulang.


Tamat


[p][e][L][o]

AddThis Social Bookmark Button


Nasib Anak Kost  



terserah pbb mau merayakan labour day kapan. bagiku minggu pagi akan selalu dipenuhi acara perayaan hari babu inernasional. mulai dari nyuci, setrika baju yang kering minggu kemaren, ngepel kamar kost, ini lah itu lah. no time for love.

memang my dammed company abis abisan ngisep darah karyawannya. berlima kost disini cuman tempatku aja yang menganut 6 hari kerja dalam seminggu. terpikir ini bos menganut aliran kerja rodi kali.

tapi tuhan kembali menunjukkan keadilannya. ;p. hari minggu bu kosku yang bahenol juga getol main basah-basahan. maksudnya ngepel ma nyuci juga. lebih beruntung lagi kalau suaminya yang kerja shift itu lagi kebagian malem. puas puasin deh ngobrol di area loundry sambil lirak lirik titik-titik panas si ibu yang secara spot-spot terlihat.

seperti minggu pagi ini, cucian seminggu yang kurendam sejak kemaren kayaknya nggak selesai selesai dikucek. bukan karena terlalu banyak tapi karena ditemani sang bintang, bu kos. dengan kostum standar, daster dan sandal jepit, dia terlihat begitu seksi ngucek baju suaminya dengan penggilasan tua. daster lembut itu tersingkap sengaja sebatas paha, betis dan sebagan paha yang terbuka serta jemari yang dengan pasti bermain diatas penggilasan membuat dirinya seksi laksana audy. abis mau gimana lagi, orang nggak ada yang lain.

sambil ngobrol kiri kanan ata bawah, dengan bebas mata jalang ini memotret bagian itu. apalagi tubuhnya yang mengangguk-angguk kuat - maklum nguceknya pakai penggilasan - membuat buah terlarang itu bergoyang-goyang minta dipetik. dan dari belahan atas, ooh .. terlihat jelas bagaimana pergerakan buah itu membuat bulu badanku merinding. kulit putih itu terlihat begitu mulus tak tercela. buah itu terlihat begitu mengkal mengundang.

sesaat mata kami saling bertumbukan, dammed, dia menemukanku bulat-bulat terpaku pada buahnya. panas serta merta menggerayangi wajah ini. tapi bukan aku kalau nggak bisa berkelit.
'bapak shift malem bu, ya?', tanyaku mencairkan suasana.
'he eh', jawabnya sambil kembali konsen pada kain cucian. tapi .. ada senyum simpul di ujung bibirnya.
'shift malem terus sih?', kuteruskan pertanyaanku untuk membuatnya sedikit lengah. sambil terus bicara kutelusuri terus tubuhnya.
'iya khan ganti shiftnya tiap minggu', kepalanya masih menunduk seolah mempersilakan aku terus menikmati.

obrolan terus berlanjut hingga saat dia berubah posisi menjamah cuciannya yang sedikit jauh, terkuak lebar daster itu hingga terpampang jelas bukit indah itu yang terbungkus celana dalam polos biru muda tipis. dan karena tipisnya tertangkap jelas pada otakku profil serat-serat hitam yang begitu indah, sama jelasnya dengan lekukan seksi di bawahnya. detak jantungku terhenti, mataku terpaku, diam kaku tanpa nafas. hanya batang kejantanan ini yang dengan pasti bergerak berdiri. aku terpaku, melotot dengan mulut terbuka.

'hush !', seru bu kost mengejutkan sambil merapikan dasternya yang tersingkap. antara kaget dan jengah aku mengerutu,'makanya hati-hati dong bu, kalau aku kepengen gimana?'. sementara masih terasa nafasku yang memburu dan panas di sekujur badan.
'coba aja', celetuk bu kost, sambil tersenyum nakal. jawaban yang tak pernah aku nyana, hingga gelagapan aku mencari kata jawaban yang tepat. ironisnya si ibu malah cuek bebek terus mencuci. aku belingsatan sendiri, tak tahu arti senyum itu, tetapi perlahan tanpa aku sadari kesadaranku semakin menurun. bayangan bukit-bukit itu berkelebatan ... tenggorokanku tercekat, tanganku gemetar, dan badanku mulai bergerak sendiri.

tanganku terjulur tanpa bisa kucegah lagi -atau tak ingin- dan hinggap di dada mengkal itu. lalu perlahan aku meremasnya, kekenyalannya begitu nyaman di tanganku, dan kembali semua bulu tubuhku berdiri, memanas ...
si ibu melotot, shock, sejenak lalu menepis tanganku sambil berujar,'nakal ya!' kemudian beranjak meninggalkanku.
aku masih tak mengerti, suara itu bukan suara kemarahan tapi toh masih ditolaknya tanganku. mau apa enggak sich???
aku merasa bersalah, aku harus minta maaf, aku beranjak, aku mengejarnya ke dalam rumah.

kutemui dia menuju kamar utama. tetapi bukan maaf yang aku ucapkan, tetapi justru pelukan yang aku lancarkan. semua terjadi dengan sendirinya. aku sadari tetapi bukan aku yang kuasai tubuh ini. semua bergerak sendiri.

'was, jangan!', desaunya lirih, berusaha melepaskan diri dari tanganku yang bergerak menyapu permukaaan tubuhnya. aku peluk erat dia dari belakang. tangan kananku menjangkau buah dada besar itu. yang kanan lalu ke kiri ke perut. tangannya hanya bisa mengikuti dan mencengkeram pergelanganku tanpa kuasa menghentikan.

'sadar was', desaunya lirih, tangan kiriku merema pinggulnya, bermain di perutnya, membelai pahanya, bagian dalam. tubuhnya meronta dan menunduk.

'was', desaunya lirih. kutekan batang ini kuat-kuat ke belahan pinggulnya yang menonjol. kugerakkan naik turun. seirama geliatan tubuhnya. seirama ronta-ronta tubuhnya yang semakin lama semakin membuatku kalap.

áah', desaunya lirih. saat lidah ini menyapu leher sampingnya yang putih, jenjang. aku kulum telinganya. aku gigit pelankulit tubuhnya. aku kecup pundaknya.

dia meronta semakin lirih, hingga akhirnya terkulai meringkuk di lantai depan kamar utama. kedua tangannya menekan lantai, kepalanya menoleh, rambutnya terurai tak rapi lagi. aku singkap dasternya mulai dari bawah membuka jalan tangan kananku kembali meremas buah dadanya. mulutnya terbuka, desah nafasnya memburu. dan aku tahu, dia tak menolakku.

perlahan tangan kiriku menuntun dagunya menoleh ke wajahku. aku lumat bibir merah tanpa gincu itu. dia menyerah, menerima lidahku yang panas menyeruak dalam menyapu langit-langit mulut berbibir mungil itu. ada gumam yang tak jelas dari wajah dengan mata terpejam itu. aku tak peduli. tangan kanan di dada kanan bergerak ke kiri.

tubuh kami mulai berpeluh, bau keringat makin membuat nafsu ini membara. perlahan tangan kiriku turun menelusuri leher, dada, berputar beberapa kali disana bersama tangan kanan, meremas, lalu ke perut hingga kujangkau daging kecil yang panas itu. dia melenguh, kepalannya menengadah dengan mulut terbuka, nafasnya tersengal-sengal saat aku tanganku bermain disana.

sebentar lagi ibu. sebentar. bisikku dalam hati. terasa ujung jemari ini mulai diselimuti cairan hangat. daster si ibu telah terkuak penuh hingga dengan bebas aku mulai melucuti behanya. menurunkan celana dalamnya hingga lutut. aku mendengar gumam yang tak jelas dari mulutnya. aku masih tak peduli.

aku sapu punggung putih itu dengan lidah panasku. dia mengeliat ke kiri dan kanan. kedua sikunya tertumpu pada lantai, kepalanya menempel pada lantai dengan masih menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. sementara dadaku tertempel pada pinggul dari tubuh yang meringkuk itu, kedua tanganku dengan cepat melepaskan celana jeans dan membebaskan batangku yang penuh otot dari jepitan kain tebal itu.

perlahan aku menuntunnya. sekali dua aku menggusok bibir kewanitaannya, dia melonjak kaget, 'jangan!', bisiknya lirih sambil menoleh. namun itu justru memperlihatkan bibir ranumnya yang basah. aku beringas, aku dekap tubuhnya, aku jilat lehernya, dan dia meronta.

sungguh pergulatan yang panjang, peluh kami mulai berjatuhan, kini tak ada lagi kata-kata, hanya desah yang memburu. aku basahi ujung batang itu dengan ludahku dan aku tuntun dengan tangan kiriku. sementara untuk meredam ronta tubuhnya aku dekap dadanya dengan tangan kananku.

dia kembali melonjak kuat saat batang otot itu mulai menyapa bibir merah itu. tapi dengan mempererat lingkaran tanganku pada tukuhnya dia tak lagi kuasa menahan. sedikit demi sedikit urat keras yang gagah itu masuk kedalam liangnya. tubuh si ibu meregang, tangannya berusaha mencengkeram lantai, mulutnya terbuka melepaskan nafas yang kuat. aku terus masuk, terasa cengkeraman bibir kewanitaanya begitu kuat mencegahku masuk lebih dalam. tetapi justru itu terasa semakin nikmat. panas menyelusuri badan batang itu sedikit demi sedikit hingga kepangkalnya. lalu aku terhenti.

telah tuntas seluruh batang itu masuk kedalam liangnya. badanku melemas istirahat sejenak, lalu lamat-lamat aku dengar isak lirih. dia menangis. tetapi bukan iba yang muncul didadaku namun justru keinginan untuk menuntaskan segala keinginanku.

tangan kiriku berpindah dari pangkal paha ke buah dadanya. dan mulai meremas dengan kedua tanganku. tak ada lagi ronta perlawanan. tak juga jepitan sikunya mencegah tangnku meraba buah dada itu. tubuhnya mulai lemas.

ya, kemudian aku mulai mengayun pantatku mulai perlahan, dia merintih. terasa gesekan panas itu terasa seperti api yang membakar batang kejantananku. dan aku mulai memompa lebih keras. lenguh nafas kami saling besautan seperti tetesan keringat ini yang semakin deras. tak ada lagi isak tangisnya. berganti desau yang keras seirama gelengan kepalanya ke kiri dan kanan.

aku memompa semakin kuat, terasa gelombang denyut itu merambat ke seluruh tubuhku. kenikmatan yang tiada tara. sesekali dia menjerit dan mendongakkan kepalanya. aku mencumbunya. melepas sapuan lidah panas ini ke lehernya, kedalam mulutnya, kesegala permukaan kulit yang bisa aku jangkau. sungguh kenikmatan yang tiada tara.

dia menikmatinya. tubuhnya mulai ikut bergoyang seirama tubuhku. dan seperti dua gumpal daging yang bersatu kami saling menekan, saling mendesak. meneriakkan nama, mendesah, berciuman ganas, dan semakin cepat.

bunyi kecipak beruntun terdengan ke seluruh ruangan. goyangan kami mulai tak beraturan. kami mulai mencapai klimaks. dan dia mulai menjert histeris. tangannya menjambak rambutku menariknya kuat-kuat. bukan sakit yang aku rasa, jusru goyangan yang semakin kencang aku lakukan. tubuhnya menegang. dia menjerit keras. dan aku mulai gila. pandanganku terasa semakin gelap. ayunan pantatku tak terkendali begitu cepat.

ya, gelombang itu berdenyut terasa muncul dari pangakal batangku menjalar ke seluruh badan. mataku terpejam, mulutku menganga, aku mengerang keras. semuanya menjadi gelap, seirama semburan lendir panas itu ke dalam tubuhnya.

kemudian suasana menjadi sunyi. sangat sunyi. tubuhku jatuh lemas ke atas tubuh yang jatuh lemas. kami bertindihan. hanya desah nafas kecapean yang terdengar kini. perlahan dia berbalik badan. memeluk tubuh telanjangku. meletakkan mukaku ke dalam dadanya yang hangat. lalu dia mengusap rambutku, perlahan. perlahan penuh kasih sayang. tak ada kata-kata terucap.

tanpa terasaku tertidur di lantai yang dingin, berbantal dada yang hangat। ibu ima, jangan bangunkan aku pada kenyataan. aku ingin selalu bersamamu.

Dewaz

AddThis Social Bookmark Button


Aku Malu Kalau Dibegitukan....  


Hari ini hari minggu, di siang hari yang pana di sudut kota Surabaya, aku sedang berkejaran dengan waktu dan bus kota. Peluh mengalir membasahi wajah dan baju, dalam hatiku aku bertekad untuk tidak datang terlambat hari ini. Penting bagiku untuk dating tepat waktu hari ini, sebab aku tidak ingin mengecewakan dosen yang sudah berulang kali memarahiku. Entah kenapa hari ini semuanya tampak tidak bersahabat denganku. Terminal bus yang terlalu ramai dengan orang-orang seolah-olah mengatakan bahwa aku harus datang lebih awal lagi jika tidak ingin terlambat.

"Aku akan datang tepat waktu hari ini atau tamatlah sudah semua persiapan pada hari ini," selorohku dalam hati.

Bus yang kutunggu akhirnya dating juga, namun kayaknya hari ini lebih penuh dari biasanya, aku bergegas berdesakan dan masuk ke dalam bis tanpa ac yang baunya bercampur-campur antara bau keringat yang tengik dan bau penumpang yang tidak mandi hari ini kurasa. Tapi dengan membulatkan tekad akhirnya aku berhasil naik dan seperti sudah di duga aku tidak mendapatkan tempat duduk hari ini.

"Hmm, pasti ada pria tampan yang mau memberikan tempat duduk kepada gadis manis hari ini," pikirku samil menoleh kiri dan kanan mencari pria yang dimaksud.

Namun akhirnya aku harus berdiri sampai bus berhenti di depan falkutasku. Oh My God! Aku terlambat lagi hari ini. Kali ini keterlaluan sekali terlambat sampai 30 menit, mana hari ini ada tes kecil lagi. Aku langsung berlari kencang setelah membayar ongkos bus ke pak kondektur. Rok lipit-lipit warna senada yang kupakai berkibar-kibar seolah ingin protes dengan kecepatan lariku. Ada seorang mahasiswa yang hampir kutabrak langsung berteriak "Sinting!!" tapi aku tak pedulu dan terus berlari. Payudara ku yang berukuran 36 B, dibungkus dengan BH merah merek Pierre Cardin tampang terguncang-guncang naik turun dengan semangatnya, ya memang potongan BH sedikit rendah dan kemeja yang kupakai agak longgar sehingga aku merasa seperti BH nya mau melorot kebawah.

Aku terus berlari dan menaiki anak tangga ke ruang kuliahku yang di lantai 4. Aku berkuliah di sebuah universitas swasta yang cukup punya nama di Surabaya. Sambil terus berlari aku kembali berpapasan dengan beberapa cowok yang sedang duduk-duduk di tangga sambil bercakap-cakap. Mereka bersuit-suit melihat aku berlari, bagiku itu justru menambah semangatku. Dengan Sepatu hak tinggi berwarna hitam menyala setinggi 6 cm tidak mengurangi kegesitan ku. Aku sudah berada di ujung tangga ketika kusadari para cowok kurang ajar itu mungkin mengintip dari bawah tangga.

"Sialan!!" umpatku dalam hati, mereka pasti tahu aku mengenakan celana dalam merah hari ini.

Akhirnya dengan segala perjuangan aku akhir sampai ke depan ruangan kelas, aku kemudian mengetok pintu, masuk dan langsung ke bangku yang masih kosong di belakang.

Aku masih terengah-engah ketika Pak Eko, demikian nama dosenku, meneriaki namaku dengan keras.

"YESSY!!, KAMU TAHU INI SUDAH JAM BERAPA???," aku sampai meloncat kaget mendengar teriakan itu.
"AYO KAMU KEDEPAN DULU SINI," aku mengumpat dalam hati kemudian dengan berat langkah menuju ke depan kelas.

Aku berdiri di depan kelas menghadap anak-anak yang tiba-tiba menjadi ramai seolah di depan kelas ada sesuatu yang aneh. Pak Eko menatapku dengan dingin, matanya seolah ingin menjelajahi tubuhku, napasku masih sangat terengah-engah dan akibatnya payudaraku bergerak naik turun seiring dengan napas ku. Kemeja putih yang aku pakai memang agak longgar tapi terbuat dari kain yang cukup tipis, sehingga samar-samar pasti terlihat warna BH ku yang menyolok, ah tapi cuek sajalah. Aku langsung mengecek ke bawah untuk melihat apakah pakaian yang aku pakai harus ditata jika tidak semestinya,

"Semuanya tampak rapi," pikirku cepat.
"Haah, ternyata ada noda keringat basah yang tampak seperti bunga di kedua sisi ketiakku. Shit!!" kataku dalam hati.
"Maaf Pak Eko hari ini saya terlambat karena bus sangat lama datangnya," aku berkata cepat namun berusaha untuk tidak memicu kemarahannya.
"Ya, saya tahu tapi hari ini kita sedang tes, dan kamu tahu aturannya kan bahwa ikut tes ini merupakan kewajiban sebelum UAS atau kamu tidak akan lulus pelajaran saya jika tidak mengikuti tes ini," jelas Pak Eko tegas.
"Kamu setelah kuliah ini harap menemui saya di kantor, kamu harus ikut tes susulan atau kamu tidak akan pernah lulus," lanjutnya.
"Ya pak," jawabku cepat.

Mata kuliah Pak Eko merupakan suatu mata kuliah yang sangat penting untuk mengambil mata kuliah lain karena tercantum hampir dalam setiap prasyarat mata kuliah lain. Dengan tidak lulus mata kuliah ini kemungkinan semester depan aku hanya dapat mengambil 1 mata kuliah saja yang lain semua terkena prasyarat.

"Aku anak yang bertekad baja, aku harus lulus mata kuliah ini!!," tekadku dalam hati.

Pak Eko, umur 32 tahun, perawakan besar tinggi dan berkumis, kulitnya agak sawo matang tapi cukup putih untuk ukuran lelaki. Statusnya sudah cerai dengan istrinya dan sekarang hanya tinggal sendirian di salah satu kawasan elit di Surabaya, sebenarnya Pak Eko orang kaya dia punya usaha sampingan Rumah Walet di beberapa tempat. Tidak jelas mengapa ia mau menjadi dosen yang bayarannya hanya beberapa juta sebulan. Yang jelas orangnya ramah dan punya banyak teman. Teman saya pernah memergoki pak Eko di salah satu pub elit bersama temannya setelah di tanyai katanya urusan bisnis.

Oh ya, namaku Yessy, aku cewek berusia 20 tahun. Sekarang kuliah semester 3 jurusan ekonomi, tubuhku langsing tapi berisi. Rambutku sebahu dan lurus seperti iklan yang di re-bonding itu lho. Banyak orang bilang aku cantik dan bukan saja orang hanya bilang, tapi aku sendiri bekerja paruh waktu sebagai SPG di berbagai tempat dan juga sebagai pagar ayu. Pokoknya untuk urusan pamer wajah dan badan aku pasti di ajak. Bukan apa apa sebenarnya, tetapi memang itulah kelebihanku. Aku punya banyak teman cowok maupun cewek aku orang yang pintar bergaul atau memang aku cantik sehingga banyak di kerubungi cowok yang sekedar senang atau memang menginginkan sesuatu, bukan hanya cantik lho, tapi juga seksi.

Dadaku cukup padat berisi dan sesuai dengan postur tubuhku yang tinggi 162 cm dan berat 50 Kg, Kukira itu ukuran ideal yang di inginkan setiap wanita. Walaupun aku orang nya sering berada dimuka umum tapi aku sebenarnya agak pemalu, aku tidak berani berbicara sambil menatap mata orang, hanya kadang-kadang aku harus PeDe karena di bayar untuk itu. Tentu bukan hanya payudara ku saja yang indah, kulitku juga putih dan betisku mulus menantang setiap mata yang mampu menjelajahinya. Aku rajin merawatkan tubuh di berbagai salon kecantikan karena menurut bosku supaya lebih bernilai jual, entah apa maksudnya. Mungkin supaya penjualan produknya semakin besar atau supaya sering dipakai jadi SPG.

"Yessy, hari ini bapak tidak sempat ke kantor lagi karena ada urusan penting yang tidak bisa di tunda. Kalau kamu betul pingin ikut tes ini, nanti hubungi bapak agak sore ya. Kalau lain kali bapak sudah enggak bisa kasih tes lagi, atau kamu mengulang aja tahun depan ya?" ucapan Pak Eko membuyarkan lamunan ku.

Ternyata di kelas tinggal aku sendirian. Entah sejak kapan bubar, kayaknya aku terlalu banyak melamun hari ini.

"Saya mau lulus semester ini pak, bagaimana kalau bapak tidak sempat nanti sore saja tes nya bahkan kalau di rumah bapak sekalipun saya bersedia yang penting bapak mau meluangkan waktu untuk saya" kataku gugup karena pikiranku baru terputus dan kacau.
"Kamu tahukan nomor HP bapak kan? Ya sudah nanti sore bapak tunggu ya," Lanjut pak Eko cepat langsung bergegas pergi.



Sudah jam empat sore ketika rangkaian kuliah hari ini selesai, aku tidak sempat pulang lagi, sambil melirik jam guess di tangan kiriku, janjiku dengan Pak Eko adalah jam 4.15 aku harus bergegas sebelum terlambat lagi, tidak usah melapor ke rumah lagi tokh tidak ada orang di rumah ku. Aku tinggal sendiri karena aku sebenarnya bukan orang Surabaya, aku anak luar pulau, aku tinggal sendirian di rumah kontrakan kecil yang tetangganya pun aku tidak berapa kenal. Keberanianku tinggal sendirian semata karena tekadku kuliah di Surabaya. Ya aku memang cewek bertekad baja.

"Aku naik ojek sajalah ke rumah Pak Eko biar tidak terlambat" pikirku.

Benar juga tidak sampai 10 menit aku sudah berdiri di depan sebuah rumah mewah berlantai 2 Pak Eko juga kebetulan baru pulang sehingga kami sama-sama masuk ke rumah. Pak Eko kemudian meminta waktu untuk mandi sebentar dan mempersilakan saya duduk di sofa berbulu putih yang tampaknya mahal. Begitu pak Eko hilang dari pandangan mataku aku berdiri dan melihat-lihat sekelililing.

Aku terkagum-kagum melihat koleksi lukisan pak Eko yang indah-indah. Tiba-tiba ada geraman di belakangku, entah dari mana datangnya tapi dua ekor doberman besar sudah ada di belakangku dalam jarak kurang dari satu meter. Doberman-doberman tersebut cukup besar dan tinggi. Mereka mulai menggeram-geram dan maju perlahan. Aku takut sekali tapi aku tidak berani lari karena pasti di kejar dan bisa di gigit. Aku hanya maju ke dinding dan diam mungkin anjing itu akan menganggap aku bukan ancaman dan pergi. Aku merasa mereka makin mendekat mungkin hanya 1/4 meter lagi. Aku ingin berteriak tapi takut mereka jadi tambah galak lagipula pak Eko kemungkinan tidak mendengar dari kamar mandi. Aku cuma menutup mata dan berharap yang indah-indah.

Dalam kegelapan tiba-tiba semua hening, anjing-anjing itu pasti sudah pergi, aku mencoba membuka mata dan menoleh ketika tiba-tiba terasa napas hangat di... Astaga!! di bagian atas belakang lutut. Salah satu doberman itu sudah begitu dekatnya sehingga napasnya dapat di rasakan pada kulitku yang mulus itu. Ia mulai menjilat-jilat bagian belakang pahaku, semakin lama semakin ke atas. Aku mulai merasa geli tapi tidak berani bergerak sedikitpun, jilatan itu menjadi semakin liar seolah-olah pahaku ada rasanya, yah.. mungkin bau dari kemaluanku, dan keringat yang mengering. Aku pernah menonton TV yang mengatakan bahwa binatang suka tertarik dengan bau kelamin lawan jenisnya sebelum memulai hubungan seks. Jilatan itu semakin naik sampai ke sela-sela paha bagian belakang dan mulai mengenai celana dalamku.

"Ooohh, celana dalamku pasti basah nih" pikirku.

Ludahnya terasa sekali banyaknya dan hangat serta geli. Aku mulai merasa terangsang karena jilatan itu. Doberman tersebut semakin bersemangat. Kayaknya ia tertarik dengan celana dalam merahku karena ia sudah tidak menjilati paha lagi tapi sudah menjilat celana dalamku. Kurasakan kemaluanku basah karena cairan kemaluanku sendiri deras mengalir seiring dengan ekstasi kenikmatan yang aku rasakan.

Aku tiba-tiba terpikir bagaimana kalau celana dalamku di korbankan saja ke anjing itu, tapi bagaimana dengan anjing satunya yang menonton bagaimana kalau ia mau juga tapi kayaknya, oh syukur lah, hanya tinggal seekor saja. Aku memberanikan diri untuk mengangkat rok dan melucuti celana dalamku. Anjing itu menurut aja untuk menunggu seolah sudah tahu kalau celana dalam itu akan menjadi mainannya. Ia mundur dan membiarkan aku melucuti celana dalamku. Celana itu meluncur turun dengan cepat dan kulempar yang jauh. Tak disangka anjing itu langsung mengejar celana dalam itu dan memberi aku tempat kosong dan waktu untuk lari. Aku langsung lari dan mencari tempat yang aman.

"Harus tempat yang tidak dapat di jangkau anjing tersebut," Pikirku cepat.

Kulihat di kebun belakang ada bangunan menyerupai air mancur dan letaknya cukup tinggi tapi harus dipanjat sedikit. Aku langsung lari kesana dan memanjat lalu berdiri diatasnya. Akhirnya aman juga, begitu pak Eko selesai mandi aku langsung berteriak minta tolong. Anjing itu juga tampaknya sibuk dengan celana dalamnya, sudah hampir di telan dan di gigit-gigit.

"Harganya Rp 200.000, mati aku, baru beli lagi," pikirku.

Tiba-tiba aku panik bagaimana menjelaskan semua ini ke pak Eko ya? Lagipula sekarang ia harus turun dibantu oleh pak Eko karena tidak mungkin dia meloncat ke bawah, Bagaimana kalau kelihatan dari bawah oleh pak Eko kalau aku tidak mengenakan celana dalam? Atau haruskan dia berterus terang saja tokh pak Eko juga akan tahu kalau aku tidak pakai celana dalam?

Tiba-tiba pak Eko muncul dari dalam rumah dan berkata "Lho Yessy, kamu kok di atas sana?"
"Menghindari anjing bapak" jawabku.
"Anjingnya sudah bapak usir keluar ayo bapak bantu turunin kamu" kata pak Eko sembari maju mendekati.
"Saya bisa sendiri kok saya lompat aja" jawabku lagi.

Aku ogah ketahuan kalau enggak pakai celana dalam. Pak Eko bersikeras mau membantu aku turun jadi dia pergi mengambilkan kursi untukku. Akhirnya sampai juga di bawah lagi sekarang tinggal mengambil celana dalam itu yang pasti sudah di tinggalkan anjingnya di lantai. Mataku langsung cepat menyapu lantai mencari benda itu sebelum terlihat pak Eko. Aku sedang sibuk memeriksa lantai ketika pak Eko datang lagi sambil berkata,

"Ini punyamu ya?" ditangannya terjulur sebuah celana dalam merah ku yang sudah basah kuyup dan penuh gigitan. Ini sangat memalukan masak celana dalam saya di pegang pak Eko terus basah lagi.
"Iya pak, semua itu gara-gara anjing bapak, terima kasih pak," jawabku gugup sambil menyambar benda itu dari tangan pak Eko.
"Nanti bapak ganti deh, maafkan anjing bapak" kata pak Eko sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Berdiri di depan pak Eko dengan rok sependek ini dengan kenyataan tidak mengenakan celana dalam membuatku terangsang lagi. Cairan kemaluanku pasti menetes ke lantai nih, "Oohhh aku sudah tidak tahan lagi" pikirku dalam hati.

Benar aja dugaanku tiba-tiba setitik cairan menetes kelantai di iringi tetes berikutnya. Hal ini terlihat jelas oleh pak Eko yang kebetulan sedang menunduk.

"Oh, kamu pingin pipis ya? Itu ada kamar mandi. Bapak tidak punya celana dalam wanita buat gantinya tapi kalau mau bapak ngajak kamu ke mal untuk beli gantinya sekarang," tawar pak Eko.

Saya tidak menjawab langsung aja ngeloyor ke kamar mandi. Pak Eko memandangku sampai aku masuk ke kamar mandi.

"Bapak-bapak boleh keluar sekarang" ucap pak Eko.

Tampak dari sebuah ruangan sebelah yang dibatasi kaca cermin 1 arah keluarlah beberapa orang laki-laki setengah baya. Salah satu dari mereka tampaknya kaya dan peranakan tionghoa. Kelihatannya Ia businessman yang sukses. Sedangkan yang lain kelihatan adalah kaki tangannya.

"Pak Bobi, bagaimana anjing saya pak? Anjing ini khusus di latih di Eropa untuk meniduri wanita yang ditemuinya sangat hebat dan ahli di bidangnya. Tawaran saya 750 juta masuk akal sekali kan pak?" jelas Pak Eko.
"Seperti yang telah bapak saksikan sendiri dia dari belakang cermin tadi, anjing-anjing tersebut mampu mendekati dan melakukan inisitiaf sendiri, mereka bisa mencium bau kemaluan wanita dari jarak berkilo-kilo jika bapak mau pun dia bisa berhubungan seks dengan wanita tanpa perlu di bimbing asal wanita tersebut tidak melawan dan telanjang," lanjut pak Eko jelas.
"Okelah kita deal aja yang penting kamu harus kasih saya 1 show sebagai complimentary dan sekaligus melihat kemampuannya," Pak Bobi berkata sambil menepuk pundak pak Eko, "Dan saya mau wanita tadi yang dipergunakan dalam show itu, dia tampak putih dan merangsang serta seksi saya suka dia," lanjut pak Bobi.

Pak Bobi langsung pamit dan keluar di depan sudah menunggu sebuah BMW seri 7 terbaru berwarna hitam gress dengan supir yang berpakaian putih-putih. BMW itu melaju cepat meninggalkan kediaman pak Eko.

Sementara itu Yessy sudah selesai mencuci dan mengelap kering kemaluannya yang basah akibat jilatan anjing tersebut. Celana dalam itu tidak jadi dipakai kembali karena jijik dengan ludah dan lendir dari anjing terebut, ia bahkan akan membuangnya jika sudah dapat yang baru. Tentu saja ia suka dengan ucapan pak Eko yang berjanji untuk menggantinya dengan yang baru. Ia keluar dengan rok tanpa celana dalam. Terasa dingin karena angin bertiup di bawah kemaluannya. Ide mengenai jalan-jalan di mal tanpa mengenakan celana dalam cukup memalukan rasanya apalagi lelaki yang menemaninya mengetahui hal itu. Tapi tidak ada pilihan lain demi tes yang harus di kerjakan hari ini. Demi kelulusan yang dia cita-citakan selama ini.

Pak Eko menghampiri dia sambil membawakan segelas besar juice leci yang tampaknya enak dan dingin.

"Sebagai rasa bersalah saya ini hidangan sekadarnya, maaf kalau tidak ada makanan, nanti keluar makan aja sekalian sekarang di minum dulu lalu saya tunggu di mobil" tukas pak Eko.

Aku minum dengan cepat sampai tumpah sedikit di kemejaku tepat di bagian payudara sebelah kiri rasa dingin langsung menyergap ke dalam. Aku tidak sempat ke kamar mandi lagi langsung kulap saja pakai tangan dan berlari ke mobil yang sudah menunggu di depan.

SubChapter 1c. Di mal, permainan di mulai.

"Kamu ulang aja tahun depan ya" ucapan pak Eko membuyarkan keheningan di mobil, "Maaf walau ada kejadian tadi tapi semuanya kan berawal dari keterlambatan kamu" lanjutnya.
"Saya harus lulus apapun caranya" pintaku. Apapun caranya.
"Kalau begitu nanti tesnya lisan aja di mal ok, kan kamu bilang apapun caranya" tawar pak Eko.
"Ok" kataku cepat seolah tidak ingin dia berubah pikiran.

Begitu turun dari parkir aku langsung berjalan menuju department store sementara pak Eko ikut di belakangku. Pak Eko mengisyaratkan agar Yessy mengikuti dia dan seolah sudah tahu jalan pak Eko langsung menuju ke tempat penjualan underwear di department store tersebut. Agak kagum namun di telan aja kekaguman itu, perhatian Yessy tertuju di setumpuk celana dalam yang bermerek sama dengan BH nya saat ini. Ia sudah menemukannya ketika seorang pelayan mengatakan bahwa celana dalam tersebut boleh di coba di kamar pas. Hal itu sedikit aneh bukan? Seharusnya celana dalam tidak boleh di coba? Ah tapi persetan dengan keanehan itu yang penting aku sekarang sudah kedinginan dan sudah mulai terangsang lagi.

Kamar pas itu pas di sudut dengan cermin di dua sisi. Agak sempit tapi cukup terang berlantai karpet. Ia mengunci pintu dengan baik dan mulai membuka roknya. Tampak kemaluannya menyembul sedikit berwarna kemerahan dan tampak basah mengkilap dibawah siraman lampu. Ia mengangkat sebuah kakinya ke atas sebuah dudukan yang ada di ruang ganti tersebut sambil memeriksa kemaluannya yang basah. Rambut kemaluannya nampak cukup lebat dan subur sekali. Kemaluannya memiliki bibir yang mungil yang mampu mengundang semua "kumbang" untuk berduyun-duyung mengerubunginya. Bukan hanya "kumbang" bahkan mungkin kumbang juga akan berduyun-duyun mengerubunginya, mungkin siapa tahu. Bau lendir dari kemaluan sangat khas sekali setiap cewek bisa mempunyai bau yang berbeda namun seorang yang ahli dapat tetap membedakan mana bau dari kemaluan mana bau dari ketiak.

Setelah di usap-usap sampai tampak kering barulah ia mengenakan celana dalam tersebut. Astaga celana dalam itu seksi sekali di pinggulnya, kenapa tidak terpikir dari dulu ya? Dia berputar-putar sejenak untuk memastikan semuanya benar dan melangkah keluar tanpa membukanya lagi. Sampai di depan tampak pak Eko lagi bercakap-cakap dengan sang pelayan tersebut. Pak Eko memberi kode apakah cocok dan ia mengiyakan, selanjutnya uang pun berpindah tangan ke laci kasir.

"Sekarang ayo kita makan sebelum tes di mulai" perintah pak Eko sambil menggandeng tanganku, reflek aku menarik tanganku tapi kembali di pegang pak Eko kali ini agak keras sehingga aku takut dan menurut aja tokh habis ini selesai sudah.

Kami makan di sebuah café yang memiliki kursi sofa berbentuk L dan tampak sangat private mungkin karena suasana café yang agak remang-remang dan orang yang tidak banyak mungkin hanya 3 meja yang ada penghuninya kebanyakan adalah pasangan muda. Kami memilih meja di sudut dan mulai memesan makanan. Pak Eko memesan steak ayam dengan segelas nescafe dan aku memesan salad semangka, nasi goreng special dan Lemon Tea. Aku betul-betul lapar sehingga begitu di tawari makanan ini aku mengangguk aja. Aku sedang menunggu pesanan ketika tiba-tiba aku merasa ada tangan di bawah rokku.

Tangan pak Eko yang kasar meraba pahaku yang mulus. Aku mau berteriak tapi tidak enak kalau Cuma pak Eko tidak sengaja benar kan. Aku memandang pak Eko ketika tiba-tiba pak Eko menciumku. Aku langsung kaget dan mundur sambil berkata

"Maaf, Bapak jangan begitu" tapi pak Eko membalas dengan mengatakan bahwa tes nya akan saya beri sekarang.

Tiba-tiba terpikir bahwa bisa saja tes di ganti dengan pelukan dan kencan kilat seperti yang biasa di halalkan di kalangan dosen tertentu. Ah menurut sajalah. Tangan Pak Eko mulai merajalela dan semakin ke atas meraba daerah kemaluanku. Kontan aku basah lagi karena merasa nikmat dan geli, aku mulai menuruti permainan pak Eko ketika aku tersadar kami sedang ada di mal, didalam café dan sedang menanti makanan, dan mungkin saja ada orang yang melihat. Saya berusaha memberitahu dan melihat kalau-kalau ada yang melihat tapi sia-sia. Jari pak Eko sudah berada di dalam celana dalamku di gosok-gosokan ke kemaluanku yang basah. Rangsangan yang diberikan semakin hebat aku mulai tenggelam dan merintih nikmat.

Tiba-tiba Pelayan entah bagaimana sudah ada di dekat situ. Bagaimana kalau dia melihat kami berciuman? Ah itu sudah jelas dan mungkin lumrah. Tapi bagaimana kalau ia melihat tangan pak Eko berada di bawah rok ku? Tiba-tiba semua kembali biasa lagi pak Eko dan aku menerima makanan kami dan mengucapkan terima kasih. Pelayan itu meninggalkan kami sesaat kemudian. Pak Eko kemudian menunjukan jarinya yang basah oleh lendir kemaluanku. Basah sekali sampai aku kaget dan malu apa iya aku jadi sebasah itu. Lendir itu betul berbau khas ketika di dekatkan ke hidungku. Aku malu sekali belum pernah semalu ini di depan umum. Apalagi ketika pak Eko mencium bau lendir tersebut dekat hidungnya. Dunia rasanya mau runtuh aja. Tiba-tiba pak Eko tersenyum dan menatapku dan berkata kamu lulus tes nomor satu.

Tiba-tiba entah kenapa aku pingin pipis setelah selesai makan, mungkin karena cairan yang aku minum terlalu banyak sejak tadi. Aku mengatakan hal itu kepada pak Eko dan meminta izin kebelakang. Pak Eko mempersilakan aku langsung lari ke kamar mandi terdekat. Eh.. Ternyata sesampaiku disana kamar mandinya sedang out of order karena mungkin sedang di bersihkan, aku tidak menyerah dan naik ke lantai berikutnya yang ini juga out of order. Sementara otot lubang kencingku mulai berteriak-teriak seperti lagi kebakaran,

"Tolong kucurkanlah airnya, siram api itu" kalau andaikata otot tersebut bisa bicara.

Sepertinya kencingnya sudah diujung mau meluncur keluar ketika aku sedang menaiki eskalator ke lantai berikutnya, disini malah kamar mandinya tidak ada. Akhirnya dengan langkah gontai dan menahan pipis yang semakin mendesak aku kembali ke café dengan harapan pak Eko mengetahui letak toilet yang lain. Pak Eko masih minum kopi ketika aku sampai dan langsung duduk kembali.

"Semua toilet rusak pak" jawabku putus asa.
"Buka saja celana dalammu dan pipis disini" kata pak Eko ringan seolah-olah jawaban itu sangat bijaksana.

Wajahku memerah seketika mendengar jawaban itu, malu rasanya saking hebatnya sampai-sampai pipisku muncrat sedikit.

"Bagaimana mungkin pak" Jeritku pelan,
"Buka dulu celana dalam kamu dan taruh di atas meja" perintah pak Eko.

Hatiku langsung berdegup kencang dan wajahku menjadi semakin merah. Tapi aku takut dan mengikuti aja pak Eko. Aku mengangkat rokku sedikit dan melucuti celana dalam ku sambil duduk sambil berharap cemas tidak ada orang di café itu yang tahu. Celana dalam itu kuserahkan ke pak Eko yang kemudian di taruh di atas meja. Selanjutnya aku menunggu instruksi pak Eko. Pak Eko mengambil gelas kosong bekas lemon tea yang tadi kuminum dan menyodorkannya ke aku, sambil berkata,

"Kamu pipis aja ke gelas ini, tokh tidak ada yang tahu kalau itu lemon tea atau pipis kamu".

Hatiku langsung copot mendengar perintah itu. Tapi ya mungkin itu satu-satunya jalan. Meja tempat kami duduk bukan tipe tertutup cuma saja karena kursi sofa sehingga posisi meja menutupi ku sampai batas dada dan juga meka tersebut cukup lebar Ya cukup tertutup dan rendah sehingga orang tidak mudah melihat apa yang terjadi di bawah meja tapi kalau ada yang menjulurkan kepala di bawah meja pasti akan terlihat pemandagan indah.

Aku menerima gelas tersebut dengan tangan gemetar selanjutnya aku memposisikan duduk ku ke ujung kursi agar bisa meletakan gelas di bawah kemaluanku. Aku tidak berapa jelas dimana posisi gelas apakah sudah tepat atau belum yang pasti aku harus membuka paha agak lebar, tangan kanan ku memegang gelas dan tangan kiri ku membuka bibir kemaluanku lebar-lebar, gelas kuposisikan tepat di mulut bibir kemaluanku dan tiba-tiba pak Eko berkata,

"Jangan pipis dulu jaga aba-aba dari saya, dan jangan pipis terlalu kuat bunyinya itu lho bisa memancing perhatian orang,"

Saya kemudian memandang sekeliling tampak ada beberapa laki-laki yang duduk berhadapan tapi tidak memperhatikan kami. Andaikata mereka menundukan badan kebawah sudah pasti mereka melihat jarak meja kami Cuma 1,5 meter saja. Mereka tepat berhadapan dengan kami, tadinya mereka tidak ada entah kenapa bisa berada di situ.

"Oke Yessy, kalau sudah siap saya hitung sampai 3 dan kamu mulai pipis, 1.. 2.. 3" demikian aba-aba dari pak Eko.

Aku pipis dengan perlahan tapi stabil, muncratan pertama agak keluar dan membasahi jariku dan mungkin juga lantai, tapi begitu pipis keluar lancar sudah tidak tumpah lagi. Aku betul-betul sudah tidak tahan lagi terlambat semenit pasti aku sudah pipis di kursi sofa tersebut. Tiba-tiba pak Eko memanggil pelayan di meja sebelah, aku baru mengeluarkan 1/3 dari seluruh kencingku, ketika pelayan tersebut dengan sigap mendatangi mejaku.

Tiba-tiba aku sadar celana dalamku sudah tidak ada di atas meja. Celana dalam tersebut berada 1/2 meter di depan mejaku siapapun yang mengambilnya akan tahu aku sedang pipis ke dalam sebuah gelas, dan dia pasti akan mendapatkan pemandangan yang sangat indah. Bibir kemaluan yang terbuka, gelas yang berisi separuh cairan pipis kekuningan, dan lubang kemaluan yang memancarkan pipis kekuningan, pertunjukan yang cukup indah bukan hanya untuk kelas café,

"Tolong ambilkan celana nona ini jatuh di depan itu pak" pak Eko meminta tolong pelayan untuk mengambil celana dalam yang jatuh di depan meja kami.

Pelayan itu membungkuk dan mengambil celana dalam itu. Semua terjadi begitu cepat sampai aku tidak sempat menghentikan kegiatan ini. Dalam hati aku mau pingsan aja, pasti pelayan itu melihat aku pipis, oh tidak, pelayan itu kemudian berdiri dan sambil tersenyum sambil menyodorkan celana dalam itu ke saya, kedua tangan saya sedang sibuk di bawah ketika saya disodori celana dalam itu. Pelayan itu wajahnya merah karena malu dia kayaknya kaget sekali ketika tadi memungut celana itu.

"Taruh aja di meja itu, terima kasih pak" jawabku menahan malu dan mukaku merah.
"Kamu ini bagaimana sih Yes, masak orang sudah angkat barang kamu, kasih baik-baik masak kamu suruh taruh di meja itu kan celana dalam yang tidak sepatutnya berada di meja" sergap pak Eko, "Terima dengan kedua tangan kamu, berdiri dan membungkuk sendikit sambil mengucapkan terima kasih, ayo cepat!!" lanjut pak Eko setengah marah-marah.

"Tapi..," kencingku meluncur lebih deras dan tidak berdaya, tanganku tidak mungkin kuangkat, Aku sadar pak Eko sedang mempermalukan ku di depan pelayan ini.
"Tapi saya tidak bisa pak" pintaku memohon.
"Ya, sudah selesaikan dulu kerjamu baru terima celana itu dan lakukan seperti yang saya perintahkan" lanjut pak Eko penuh wibawa.

Rasanya seperti setahun ketika akhirnya aku selesai memuntahkan seluruh kencing ke dalam gelas, tepat segelas penuh. Aku jadi sadar gelas ini harus kuangkat ke atas meja supaya kedua tanganku kosong. Aku mengangkat gelas itu dengan gemetar kutaruh di atas meja dan kemudian aku berdiri dan menerima celana dalam itu dan mengangguk terima kasih.

Pelayan itu sepertinya melihat semua yang terjadi ketika dia tersenyum penuh arti kepadaku sambil menyodorkan celana dalam tersebut.

"Minumannya sudah tidak diminum lagi non, biar saya angkat" pelayan itu berkata penuh arti seolah-olah tidak tahu apa-apa.
"Sabar dulu belum habis diminum, ada apa buru-buru, ayo Yessy, habiskan dulu minuman kamu" Pak Eko berkata seolah tidak terjadi apa-apa juga.

Yessy langsung syok begitu melihat segelas penuh kencingnya sendiri dalam satu-satunya gelas yang berisi "minuman". Matanya menoleh ke pak Eko sambil berharap pak Eko tidak memaksa dia untuk meminum "minumam" dalam gelas itu.

"Ayo habiskan kalau kurang manis bisa tambah gula" sambil mengambil sedotan di atas meja dan memasukan nya ke dalam gelas tersebut.

Aku malu sekali harus meminum air kencing sendiri dalam gelas tinggi yang di beri sedotan lagi dan bukan saja itu melainkan di saksikan juga oleh 2 orang yang satu bahkan aku tidak tahu namanya dan mereka juga tahu bahwa itu adalah air kencingku sendiri. Tanganku gemetar memegang gelas yang hangat dan memasukan sedotan ke mulutku. Rasanya seperti berabad-abad dan kedua orang di depanku menunggu dengan penuh senyuman melihat aku minum.

Rasanya sedikit asin dan baunya sangat pesing. Warnanya kuning dan penuh busa. Nasi goreng di perutku rasanya mau keluar semua ketika cairan kuning itu mulai membasahi tenggorokanku dan lambungku. Minum segelas penuh rasanya lama sekali bahkan aku di paksa menghisap sampai habis tuntas dan menjilat gelas tersebut. Pelayan tersebut mengambil gelas tersebut dan diangkat ke atas sambil berkata

"Wah, nona ini hebat ya minumnya, mau tambah lagi"
"Tiiidak..," Tangisku.

Kami membayar lalu keluar dari Café diiringi ucapan terima kasih dari pelayan tersebut sambil berkata

"Lain kali datang lagi ya".

Aku hampir pingsan ketika pelayan tersebut membisikan sesuatu ke telingaku.

"Gelas itu tidak akan pernah ku cuci akan di taruh di atas pajangan dan di beri tulisan 'Yessy meminumnya sampai Habis' tiap kali kamu datang aku akan menceritakan peristiwa ini kepada tamu yang ada"

Lututku langsung lemas।


NCHA

AddThis Social Bookmark Button


Pengalaman mengerikan  


Kejadian yang paling mengerikan, kisah ini terjadi sekitar satu setengah tahun yang lalu. Sebuah kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan. Kurang lebih dua tahun yang lalu, saat masih duduk di semester kedua, di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, saya dikenalkan dengan seorang gadis yang sebut saja namanya Alia oleh sahabat saya Rika (bukan nama sebenarnya). Alia seorang gadis yang tinggi dan langsing.

Saat pertama berkenalan, saya memperkirakan tinggi badannya diatas 175 cm. Wajahnya mulus, menarik dengan matanya yang tajam dan bening serta bibirnya yang berwarna merah lembut, selalu tampak tersenyum. Tubuhnya cukup ideal menurut pendapat saya, dan saya sungguh terkesan dengan kecantikannya. Gaya bicaranya sopan, ramah, serta menyenangkan. Kalau sedang tertawa, Alia nampak cantik sekali (paling tidak menurut saya).

Alia berasal dari universitas yang berbeda dengan saya dan Rika. Namun begitu, kami menjadi teman dekat, bersama dengan seorang teman lainnya yang berasal dari smu yang sama dengan saya, yaitu Yuni (juga bukan nama sebenarnya). Kami berempat menjadi akrab. Ada baiknya saya juga menceritakan tentang Rika dan Yuni. Rika berparas cantik dan bersifat periang. Tidak terlalu tinggi, tapi paling tidak lebih tinggi dari saya, karena tinggi saya hanya 152 cm. Tubuhnya bagus dan menawan. Saya cukup iri dibuatnya. Sedangkan Yuni, walaupun tidak terlalu cantik, tapi dia baik hati serta berpendirian keras.

Alia sering berkata kepadaku, "Re, kamu mungil banget deh..! Bikin gue gemes..!"
Kalau sudah begitu, saya hanya tertawa.
Namun pernah suatu kali saya dibuat terkejut, karena dia pernah menggandeng lengan saya sambil berkata, "Re, kamu cakep deh... imut. Gue suka."
Waktu itu saya hanya tertegun saja menatap dia. Lebih lucunya, dia mencubit pipi saya dan kemudian mengelus rambut saya. Terus terang, saya mengagumi kecantikan Alia. Saat itu saya punya cowok. Tapi cowok saya itu orangnya kaku dan pendiam. Hubungan kami hanya begitu-begitu saja. Saya tidak tahu kenapa, tapi saat itu saya pun mulai menyukai Alia (saya biseks).

Suatu hari, kami menginap di rumah Alia. Kejadian mengerikan itu diawali dari sini. Kami berempat tidur di kamar Alia. Oh ya, Alia mengaku orang tuanya berada di luar negri, sehingga dia hanya tinggal sendirian. Malam harinya, saya merasa begitu mengantuk sehingga pulas. Yang mengejutkan, saya terbangun dengan tangan terikat ke belakang di sebuah gudang. Saya melihat Yuni dan Rika pun terikat tangannya. Saya heran dan sedikit takut. Tidak lama kemudian, Alia masuk diiringi oleh seorang cowok tinggi jangkung berkulit cukup gelap. Wajahnya kokoh dan nampak keras. Cukup tampan. Dia lebih tinggi dari Alia. Saya melihat Alia tersenyum aneh, membuat saya menggigil kecut.

Rika bertanya pada Alia, "Lia, apa-apaan sih kamu..? Jangan macem-macem ah..!"
Tetapi nampaknya Alia tidak mempedulikan pertanyaan kami, bahkan kemudian Alia berkata kepada cowok tersebut, "Di, kamu bisa mulai. Terserah kamu deh..!"
Saya kaget sekali mendengar perkataan Alia. Cowok tersebut (Dodi? Ardi? atau sebut saja Didi!) mengeluarkan pisau dari sakunya dan kemudian mulai beraksi. Dia merobek baju kami bertiga sehingga kami hanya tinggal mengenakan pakaian dalam. Kami tidak berani berontak karena takut dengan pisau yang dipegangnya. Kemudian Alia pun menanggalkan bajunya, sehingga dia pun hanya mengenakan pakaian dalam saja. Didi kemudian menanggalkan pula bajunya, sehingga dia hanya mengenakan celana dalamnya.

Saya bisa melihat kemaluan Didi menegang dibalik celana dalamnya. Selanjutnya, dia menyelipkan pisaunya di antara kedua susu saya dan kemudian merobek BH saya dengan pisau tersebut.
Dia sempat berkata kepada Alia, "Hmm... boleh juga temanmu ini Lia..!"
Kalian bisa bayangkan bagaimana takutnya saya saat itu. Untungnya, dia beralih kepada Rika dan Yuni, melakukan hal yang sama dengan merobek BH mereka, sehingga kedua susu mereka terbuka menggantung. Saat ini Yuni sedang berteriak menyumpahi Alia. Sementara saya lihat Rika diam saja dan nampak ketakutan, sama seperti saya.

Alia kemudian mengambil sebuah alat suntik dari saku bajunya yang telah berada di lantai dan saya dapat melihat alat suntik tersebut berisi cairan bening.
Sementara Didi asyik menciumi dan meraba-raba tubuh Rika yang telanjang dada, Alia datang menghampiri saya dan kemudian berkata lembut kepada saya, "Re, gue suntik ya..? Enak koq..!"
Walaupun saya merasa takut, tetapi mendengar suara Alia, hati terasa nyaman. Apakah saya memang menyukainya?

Alia kemudian menyuntik susu kiri saya dan saya dapat merasakan aliran cairan bening dari alat suntik tersebut memasuki jaringan pada susu kiri saya. Saya mengerang menahan rasa aneh yang muncul pada susu kiri saya tersebut. Dan kemudian Alia juga menyuntik susu kanan saya. Setelah itu, Alia memeluk saya dan mencium pipi saya. Dalam hati saya, saat itu terasa nyaman dan senang, sesaat menggantikan rasa takut saya. Alia selanjutnya juga menyuntik kedua susu milik Rika dan Yuni. Hanya saja, Alia tidak mencium mereka.

Setelah menyuntik kami, Alia membuka celana dalamnya sehingga tubuh Alia terlihat polos, telanjang bulat. Benar-benar cantik Alia saat itu. Sepasang susunya menggantung indah. Kemaluannya ditumbuhi rambut halus. Tubuhnya benar-benar proporsional. Didi juga menyusul membuka celana dalamnya, menampakkan kemaluannya yang sudah tegang. Saya takut juga melihatnya, karena baru kali itu saya melihat cowok telanjang secara langsung. Anehnya, tidak lama setelah itu saya merasakan kedua susu saya menjadi penuh, lebih berat, dan lubang susunya mengeluarkan cairan. Hal yang sama juga nampaknya dialami oleh Rika dan Yuni. Mungkin pengaruh dari obat yang disuntikkan oleh Alia.

Didi kemudian berjalan mendekati saya, sehingga membuat kaki saya gemetar ketakutan.
Untunglah dicegah oleh Alia, "Di, dia itu bagianku..! Kamu urus aja yang lain."
Entah mengapa, saya lega mendengar perkataan Alia tersebut. Alia kemudian mendekatiku, dan Didi kulihat mendekati Rika.
Kudengar Rika berteriak-teriak, namun Didi membentaknya, "Lo ngga usah ribut..! Ngga bakal ada yang denger..!"
Saya sendiri heran, sebenarnya dimanakah saat ini kami berada.

Sementara Yuni memaki-maki Alia dan Didi. Dalam hati saya merutuk, seharusnya dia merasa untung karena sementara ini tidak diapa-apakan.
Alia membelai rambut saya sambil berkata, "Kamu tau, Re? Kamu cakep deh... dari pertama kita ketemu, gue udah suka ama kamu. Kamu mungil banget. Dan gue bisa liat, rupanya bodi kamu lumayan juga..."
Alia kemudian melepaskan celana dalam saya secara paksa, walaupun saya sendiri sebenarnya tidak terlalu memberikan perlawanan.

Kemudian Alia menggesek-gesekkan jari tangan kanannya ke kemaluan saya, membuat tubuh saya mengejang. Alia mencium bibir saya, dan saya bisa merasakan lidahnya beraksi. Tetapi saya tidak dapat melayaninya, karena selain saya sedang dalam ketakutan, juga saya belum pernah berciuman dengan siapapun. Jadilah aksi sepihak dari Alia. Mungkin karena kurang puas, Alia kemudian menggunakan tangan kirinya untuk meremas-remas susu saya, sementara mulutnya mulai mengulum puting susu saya yang satunya. Saya terlonjak dan merasakan tubuh saya panas. Alia menyedot cairan aneh yang keluar dari susu saya, sementara remasan tangannya membuat cairan aneh tersebut lebih terpompa keluar dari susu saya. Saya hanya bisa merintih karena saya pun mulai merasa senang.

Sementara saya bisa melihat Didi sedang mengemut susu kanan rika. Bayangkan! Seluruh susu kanan Rika masuk ke mulut Didi. Besar sekali mulut Didi! Mungkin Didi menyedot, mengulum, atau mengunyah. Saya bisa melihat Rika mengerang-erang kesakitan, karena Didi mencengkeram susu kirinya dengan kuat dan kasar, sehingga susu kiri Rika nampak mengembang di antara celah-celah jari Didi dengan cairan mengalir dari putingnya membasahi tangan Didi.

Sementara Alia memperlakukan saya dengan lebih lembut, justru Didi terlihat sangat menakutkan. Dia menarik dan memutar-mutar susu kanan Rika dengan mulutnya secara brutal, sementara tangannya mencengkeram dan meremas-remas susu kiri Rika dengan kasar. Dan dengan kasar pula dia melepaskan celana dalam Rika, sehingga kulit Rika tampak memerah.

Saat itu, Alia mulai menyusuri tubuh saya dengan lidahnya, sehingga saya merasakan geli dan juga senang. Saat itu, rasa takut saya lenyap. Alia kemudian menjilati kemaluan saya sehingga saya terduduk lemas. Enak sekali rasanya. kemaluan saya saat itu sudah basah. Alia menjilat dan mengemut dengan luar biasa (paling tidak menurutku), sehingga saya setengah sadar dibuatnya. Dan saat itulah Alia menghilangkan keperawanan saya dengan memasukkan dua jarinya ke lubang kemaluan saya. Saya merasakan sedikit sakit pada kemaluan saya, dan saya bisa melihat darah mengalir dari situ.

Alia menghentikan aksinya, dan berkata kepada saya sambil tersenyum, "Wah... kamu masih perawan ya, Re..?"
Saya hanya diam saja. Saya mengalihkan pandangan saya untuk melihat Rika, dan saya melihat bagaimana Didi masih mengulum seluruh susu Rika dengan mulutnya. Dan kemudian dia melepaskan susu Rika dari mulutnya, sehingga saya melihat susu kanan Rika basah dan berwarna merah akibat disedot oleh Didi. Kontras dengan kulitnya. Kemudian saya lihat Didi memegang kemaluannya untuk diarahkan ke lubang kemaluan Rika. Rika berusaha meronta-ronta dan berteriak, namun dengan kasar Didi menjebol kemaluan Rika, sehingga saya mendengar Rika memekik pendek dan keras.

Lalu saya melihat Didi menggenjot tubuh Rika sehingga Rika terpekik jerit, mungkin karena kemaluannya masih kering. Tiba-tiba saja pandangan saya terhalang sesuatu, dan kemudian benda tersebut menempel di wajah saya. Lunak dan kenyal rasanya.
Kemudian saya mendengar suara Alia, "Re, isep punya gue dong... please..!"
Entah kenapa saat itu saya menurut saja. Saya mengemut dan meremas-remas susu Alia. Sementara saya merasakan tangan Alia mencengkeram kedua susu saya dan mulai memainkan susu saya dengan meremas-remas dan memutar serta menjepit puting susu saya dengan jarinya. Sekali-sekali puting saya dicubitnya dengan lembut. Saya menjadi lepas kendali karena sensasi yang luar biasa itu.

Saya bisa merasakan jari tangan Alia kemudian memasuki lubang kemaluan saya keluar masuk, sehingga membuat saya semakin bernafsu. Saya semakin kuat menyedot susu Alia, sehingga terdengar desahan-desahan kenikmatan dari Alia. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh jeritan Rika. Saya tersadar dari kenikmatan, dan saya melihat sebuah pemandangan yang paling mengerikan yang pernah saya lihat. Didi ternyata kembali memasukkan susu Rika ke dalam mulutnya, sementara tangan kirinya mencengkeram susu Rika yang lain. Namun apa yang diperbuat Didi..? Dia mengunyah susu rika..!

Ya..! Terdengar bunyi daging dikunyah, dan Didi benar-benar mengunyah susu Rika untuk dimakan. Didi mencincang dan mencabik susu Rika dengan mulutnya. Ukh... tidak sanggup saya melihatnya. Saat itu roh saya serasa terbang. Yuni pun nampak tidak percaya dengan penglihatannya. Hanya Alia tampak tenang-tenang saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Selanjutnya tangan kiri Didi berusaha membetot susu Rika yang lain. Dan kemudian Didi benar-benar mencabik-cabik susu Rika dengan tangannya. Didi pastilah seorang psikopat seks.

Saat itu saya merasa muak dan mual, sehingga saya tidak bereaksi, meskipun Alia sedang bermain dengan tubuh saya. Dan entah bagaimana caranya, Yuni berhasil membuka ikatan tangannya dan kemudian menendang kemaluan Didi sehingga cowok itu tersungkur sementara Alia terkejut atas kejadian yang tiba-tiba itu. Kemudian Yuni menendang kepala Alia dengan keras, sehingga Alia roboh terguling. Yuni kemudian mengambil pakaian yang tergeletak seadanya, membuka pintu dan mengajak saya lari sejauh jauhnya dari tempat tersebut.

Saya begitu ketakutan, sehingga yang ada dipikiran saya hanya kabur sejauh mungkin। Antara sadar dan tidak, kami mencari kantor polisi dan melaporkan kejadian tersebut. Sayangnya, polisi bergerak lambat, sehingga kabarnya Alia dan Didi, juga Rika menghilang. Entah kemana, saya juga tidak tahu. Namun, saya tetap terkenang pada Alia. Gayanya, suaranya, dan wajahnya. Walaupun setelah kejadian tersebut, saya tetap merasa kehilangan. Saya memang menyukainya. Benar-benar menyukainya. Alia, i love you.

___

AddThis Social Bookmark Button